Rabu 17 Nov 2021 05:40 WIB

Perekrutan dan Penantian Eks Pegawai KPK Jadi ASN Polri

Polri mengabarkan rencana rekrutmen 57 mantan pegawai KPK tinggal menunggu waktu.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Sebanyak 57 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Penyidik senior KPK Novel Baswedan menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Sebanyak 57 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bambang Noroyono, Rizkyan Adiyudha, Dessy Suciati Saputri

Mabes Polri mengabarkan rencana rekrutmen 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri hanya tinggal menunggu waktu pengumuman. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, tiga kelembagaan terkait itu saat ini sudah merampungkan dasar hukum bersama untuk penempatan para eks penggawa penyelidikan, dan penyidikan KPK itu di Mabes Polri.

Baca Juga

"Ini semua sudah dalam proses. Di internal Polri sudah membuat dasar hukumnya, dan BKN (Badan Kepegawaian Negara), juga sudah membuat aturannya. Nanti, dari Kemenpan RB (Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Reformasi, dan Birokrasi) yang akan menyampaikan dan mengumumkan," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/11). 

Kata Dedi, proses rencana perekturan tersebut, tampak lama karena perlunya pembuatan dasar hukum yang kuat untuk penempatan para eks pegawai KPK itu di Mabes Polri. Dedi mengatakan, rencana pengangkatan menjadi ASN Polri tersebut, pun sudah ditawarkan ke 57 mantan pegawai, penyelidik, dan penyidik KPK itu. 

Tetapi, kata dia, penempatan mereka di Mabes Polri, tak serta merta. Karena setiap penempatan membutuhkan dasar hukum di internal Polri. Khusus eks 57 pegawai KPK ini, menjadi kompleks, kata dia, karena menyangkut tentang pengangkatan sebagai ASN Polri. Dalam pengangkatan tersebut, tentu saja kata Dedi, mengharuskan adanya dasar hukum lintas instansi.

Sedangkan di Polri sendiri, kata dia, bukan cuma menyiapkan dasar hukum. Tetapi sebagai lembaga yang menerima penempatan tersebut, juga menyiapkan hal serupa termasuk posisi, dan jabatan baru untuk penempatan. Dan itu, kata Dedi, tentu saja membutuhkan dasar hukum yang permanen dan kuat. 

"Tujuannya itu kan untuk menghindari ada masalah-masalah hukum atas dari penempatan posisi, dan status kepegawaian itu sendiri nantinya," jelasnya.

September lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghendaki agar 57 eks pegawai KPK diangkat menjadi ASN Polri. Bahkan, Kapolri menghendaki pengalihan eks pegawai, penyelidik, maupun penyidik KPK itu diangkat menjadi ASN dan ditempatkan pada divisi pemberantasan korupsi di internal Polri.

Keinginan Kapolri itu terucap saat polemik pemecatan 57 eks pegawai KPK karena tak lolos ujian tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes tersebut dilakukan di internal KPK sebagai syarat untuk menjadi ASN. Listyo menyampaikan, pengalaman pegawai, penyelidik, maupun penyidik KPK dalam pemberantasan korupsi dapat memperkuat institusi kepolisian. 

Keinginan Kapolri itu pun sudah mendapatkan persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Akan tetapi, hampir dua bulan setelah rencana Kapolri itu, belum ada realisasi pengangkatan ataupun rekrutmen resmi yang dilakukan oleh Polri terhadap 57 eks pegawai KPK itu.  

Mantan pegawai KPK masih menunggu finalisasi perekrutan menjadi ASN di kepolisian. Hal tersebut menyusul sudah dirampungkannya dasar hukum bersama untuk penempatan para eks penggawa penyelidikan dan penyidikan KPK di Mabes Polri.

"Kami berharap adanya regulasi yang kuat dan skema yang terbaik agar hasilnya optimal, karena 57 orang ini mempunyai pengalaman dan keahlian yang unik," kata mantan pegawai KPK, Giri Suprapdiono.

Dia mengatakan, 57 eks pegawai lembaga antirasuah itu masih menunggu proses perekrutan yang masih berjalan hingga saat ini. Mantan direktur sosialisasi dan kampanye antikorupsi KPK ini berharap, langkah tersebut menjadi skema terbaik bagi rekan 57 pegawai KPK berintegritas itu.

Setali tiga uang, mantan pegawai lainnya yakni Hotman Tambunan mengaku mempercayakan sepenuhnya kepada Kepolisian RI, Kemenpan RB, dan BKN, terkait dengan proses perekrutan ke kepolisian itu. Menurutnya, hal tersebut sebagaimana pertemuan perwakilan KPK dan asisten SDM Polri dan surat balasan Mensesneg atas surat banding keberatan para mantan pegawai KPK.

Sebelumnya, mabes Polri mengabarkan rencana rekrutmen 57 mantan pegawai KPK hanya tinggal menunggu waktu pengumuman. Polri mengatakan, kepolisian, Kemenpan RB, dan BKN sudah merampungkan dasar hukum bersama untuk penempatan para mantan pegawai KPK dimaksud.

"Ini semua sudah dalam proses. Di internal Polri sudah membuat dasar hukumnya dan BKN juga sudah membuat aturannya. Nanti, dari Kemenpan RB yang akan menyampaikan dan mengumumkan," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo.

Dia menambahkan, proses rencana perekrutan terkesan lama karena perlunya pembuatan dasar hukum yang kuat untuk penempatan para eks pegawai KPK di Polri. Tetapi, sambung dia, penempatan mereka di Mabes Polri, tidak bisa serta merta dilakukan.

Dedi menjelaskan, karena setiap penempatan membutuhkan dasar hukum di internal Polri. Dia melanjutkan, khusus eks 57 pegawai KPK ini, menjadi kompleks karena menyangkut tentang pengangkatan sebagai ASN Polri.

 

Respons istana

Pihak Istana merespons pengajuan banding administratif dari puluhan mantan pegawai KPK ke Presiden Jokowi. Dalam salinan surat yang ditandatangani Menteri Sekretaris Negara Pratikno, eks pegawai KPK tersebut diminta untuk berkoordinasi dengan pihak Kepolisian RI, Kementerian PAN-RB dan juga BKN.

"Sehubungan dengan surat saudara tanggal 21 Oktober 2021 kepada Presiden perihal banding administratif pembatalan dan/atau tidak sahnya keputusan pimpinan KPK tentang pemberhentian pegawai KPK dan permohonan penetapan/pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN, bersama ini kami sampaikan bahwa terhadap permohonan dimaksud, kiranya saudara dapat berkoordinasi lebih lanjut dengan Kepolisian Negara RI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Kepegawaian Negara, guna penyelesaian lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Pratikno dalam surat balasannya tersebut.

Menurut Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Bidang Komunikasi dan Media, Faldo Maldini, isi dari balasan surat Mensesneg tersebut sudah konsisten dengan langkah pemerintah selama ini. "Surat ini merupakan sebuah penegasan dari sikap dan tindakan pemerintah selama ini. Jadi, bukan hal baru," kata Faldo.

Faldo menegaskan, Indonesia merupakan negara hukum. Karena itu, segala putusan hukum harus dijalankan sebaik mungkin. Faldo menjelaskan, dalam putusan MA dan MK, tindak lanjut masalah pegawai KPK yang tidak lolos TWK menjadi domain pemerintah, yakni BKN dan Kemenpan-RB.

"Ini juga konsisten dengan sikap Presiden kepada Polri yang diizinkan untuk merekrut eks pegawai KPK. Makanya, Polri disebutkan dalam surat itu," ujarnya.

Karena itu, ia mendorong agar puluhan eks pegawai KPK tersebut berkoordinasi dengan lembaga terkait guna menyelesaikan permasalahan ini sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. "Semua keputusan pemerintah juga sudah berlandaskan aturan yang berlaku. Kami kira itu sudah cukup jelas arahnya," ucap Faldo.

Sebelumnya, 57 eks pegawai KPK mengajukan permohonan banding administratif kepada Presiden Jokowi. Mereka meminta Presiden untuk membatalkan atau menyatakan tidak sah SK pimpinan KPK terkait pemberhentian dengan hormat pegawai yang dinyatakan tidak lolos asesmen TWK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement