REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) di PN Makassar, dengan agenda pembacaan tuntutan kepada Nurdin Abdullah, menuntut mantan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut dengan sanksi enam tahun penjara. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK Zainal Abidin, secara daring, Senin (15/11).
Nurdin Abdullah dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima suap total sekitar Rp 13,812 miliar. Di antaranya senilai 150 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 1,596 miliar dan Rp 2,5 miliar. Serta menerima gratifikasi senilai Rp 7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura atau senilai sekitar Rp 2,128 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata JPU KPK.
Selain itu JPU juga menuntut penambahan hukuman berupa pencabutan hak politik dipilih menjadi pejabat publik selama lima tahun. Selain itu juga dituntut membayar denda kepada negara sebesar Rp 3,187 miliar dan 350 ribu dolar setelah putusan tetap pengadilan atau selambat lambatnya satu bulan.
"Menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," terang JPU.
Tuntutan Nurdin Abdullah ini sesuai dakwaan kesatu dan kedua dari pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 150 juta untuk terdakwa Agung Sucipto pihak yang melakukan penyuapan dalam sidang putusan perkara suap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah.
Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino, mengatakan, sesuai dengan fakta hukum, Agung Sucipto yang tidak lain merupakan pemilik PT Agung Perdana Bulukumba itu memang dengan sengaja memberi uang pada Nurdin Abdullah baik secara langsung atau pun tidak langsung melalui Edi Rahmat. Hal itu diperkuat dengan sejumlah fakta hukum. Di antaranya adalah keterangan di bawah sumpah dari saksi Sari Pudjiastuti dan Edy Rahmat yang sebelumnya menyebut jika dirinya beberapa kali mendapat instruksi, agar PT Agung Perdana milik terdakwa dimenangkan dalam lelang proyek Palampang Munte Botolempangan.