Rabu 10 Nov 2021 19:07 WIB

Gugatan AD/ART Demokrat, Yusril Nilai Sumir, Hamdan Puji MA

Kuasa Hukum Demokrat menilai MA teliti dalam putuskan gugatan AD/ ART Demokrat.

Rep: Amri Amrullah, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Kuasa Hukum Partai Demokrat Hamdan Zoelva
Foto: Prayogi/Republika.
Kuasa Hukum Partai Demokrat Hamdan Zoelva

REPUBLIKA.CO.ID,\ JAKARTA -- Putusan Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan uji materiil atau judicial review terkait Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat ditanggapi berbeda oleh kuasa hukum kubu Moeldoko dan kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Yusril Ihza Mahendra yang menjadi pengacara kubu Moeldoko menilai putusan MA sumir, sementara Hamda Zoelvan yang menjadi pembela kubu AHY menilai MA telah teliti dalam memutus menolak gugatan tersebut.

Seperti diketahui, MA menolak gugatan judicial review terkait AD/ART Partai Demokrat yang diajukan oleh kubu Moeldoko. Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, mengatakan MA tidak berwenang untuk mememutuskan AD/ART suatu partai politik. Sebagaimana yang dimohonkan pemohon terkait AD/ART Partai Demokrat. 

Baca Juga

"Parpol juga bukan lembaga negara yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang," kata Andi, Rabu (10/11).

Sebab, AD/ART parpol bukan unsur peraturan perundang-undangan, sebagaimana dalam pasal 1, angka 2 dan Pasal 8 UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan perundang-undangan. 

 

"AD/ART parpol juga bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi mengikat internal parpol tersebut," ujarnya.

Sehingga tidak ada tanggungjawab MA untuk mengadili dan memutus objek permohonan, termohon tersebut. Inilah alasan MA kemudian menolak gugatan uji materi AD/ART Partai Demokrat terkait sengketa dua kubu Partai Demokrat setelah KLB, antara Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko.

Putusan Mahkamah Agung tentang gugatan AD/ART Partai Demokrat ini dibuat oleh majelis hakim yang terdiri dari Supandi sebagai ketua majelis, Is Sudaryono, dan Yodi Martono Wahyunadi sebagai hakim anggota.

Menanggapi putusan itu, kuasa hukum empat mantan kader Partai Demokrat atau kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra tidak sependapat dengan putusan MA. Yusril menilai AD/ART tidak sepenuhnya hanya mengikat internal partai, tetapi juga ke luar.

"Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut. Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara seperti mencalonkan presiden dan ikut pemilu," ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).

Yusril berpatokan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Menurut dia, undang-undang dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

"Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART partai, apa status AD/ART tersebut? Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan," katanya.

Pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara tersebut dinilainya terlihat sangat elementer. Masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum.

Kendati demikian, ia dapat memahami alasan MA yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan.

"Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement