Rabu 10 Nov 2021 11:57 WIB

Haedar Nashir: Nilai Kepahlawanan Harus Diaktualisasikan

10 November 1945 merupakan puncak pertempuran dahsyat di Surabaya, hari pahlawan

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Haedar Nashir: Nilai Kepahlawanan Harus Diserap dan Diaktualisasikan - Suara Muhammadiyah
Haedar Nashir: Nilai Kepahlawanan Harus Diserap dan Diaktualisasikan - Suara Muhammadiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Tanggal 10 November 1945 yang merupakan puncak pertempuran dahsyat di Surabaya, dijadikan tonggak kepahlawanan. Pada 1959, Presiden Sukarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres Nomor 316. Hari Pahlawan diperuntukkan untuk mengenang para patriot bangsa yang telah berkorban dan menukar jiwa demi memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dalam momentum Hari Pahlawan tahun 2021, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak segenap warga bangsa untuk meneladani semangat kepahlawanan pada pejuang. “Bangsa Indonesia tentu harus memperingati Hari Pahlawan sebagai ikhtiar untuk menyerap nilai perjuangan dari para pahlawan Indonesia sekaligus mengaktualisasikan nilai-nilai kepahlawanan itu agar hidup di dalam jiwa, alam, pikiran, sikap, dan tindakan warga dan elite bangsa. Hari Pahlawan jangan hanya dijadikan seremonial belaka,” tuturnya (9/11/2021).

Menurutnya, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan tantangan yang sangat kompleks. “Lawan tidak datang dalam bentuk penjajahan fisik. Ancaman terbesar justru hadir saat warga dan elite bangsa tidak lagi menjaga persatuan.” Oleh sebab itu, Haedar mengingatkan agar di Hari Pahlawan ini, segenap elemen bangsa kembali menghidupkan nilai-nilai kepahlawanan, yang terepresentasikan dalam beberapa poin berikut:

Pertama, nilai pengorbanan. Para pahlawan telah berkorban demi merawat eksistensi Republik Indonesia dalam panggung sejarah bangsa-bangsa. Jika nilai pengorbanan ini diaktualisasikan dengan baik, kata Haedar, akan terbentuk bangsa yang peka dan mau membantu sesama, dan tidak lagi melakukan provokasi yang dapat menimbulkan konflik dalam berbangsa dan bernegara.

“Para pahlawan nasional dalam mewujudkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, mereka berani berkorban, pikiran, harta, bahkan jiwa untuk Indonesia. Mereka memberi, bukan meminta, dan bukan mengambil. Itulah ciri berkorban,” ujar Haedar. Mereka berkorban dengan jiwa ketulusan.

Kedua, meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Persoalan dan tantangan bangsa Indonesia begitu banyak dan kompleks. Tidak mungkin menyelesaikan semua permasalahan itu tanpa kolaborasi dan persatuan di antara segenap elemen anak bangsa. Para pahlawan mampu menyatukan tanah air ini karena mereka selalu meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan diri, keluarga, dan kroni.

“Para pahlawan melintas batas dengan hadir untuk semua kalangan, dan mereka hadir sebagai sosok-sosok yang meletakkan kepentingan yang lebih luas di atas kepentingan yang lebih sempit. Mereka hadir tidak untuk diri, keluarga, atau kroninya, melainkan untuk kepentingan bangsa dan negara,” kata Haedar.

Ketiga, nilai kenegarawaan. Para pahlawan mengajarkan bahwa eskpresi sikap kenegarawanan yang dapat dimulai dari hal sederhana seperti bertindak jujur, dalam perkataan maupun perbuatan. “Ketika terdapat kesalahan, mereka dengan gagah berani mengakui kesalahan dan tidak menutupi kesalahan dengan kesalahan yang lain.” Seharusnya, ungkap Haedar, kebiasaan laku jujur dari para pahalawan ini dapat menjadi inspirasi dan batu tapal kemajuan untuk bangsa dan negara.

“Para pahlawan berdiri tegak di atas nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kepatutan di dalam hidup. Para pahlawan adalah kesatria. Di saat salah, mereka berani mengakui kesalahan dan tidak menutupi kesalahan dengan kesalahan yang lain. Mereka tidak berdusta, namun sangat jujur dengan kehidupan. Jiwa kesatria ini begitu penting,” ujar Haedar.

Kempat, nilai uswah hasanah atau keteladanan hidup. Menjadi teladan yang baik, menurut Haedar, merupakan salah satu simpul harapan bangsa Indonesia di saat keadaan negara ini mengalami kerapuhan sosial sebagai imbas pertarungan politik dan ekonomi ambisius. Oleh karena itu, perlu kiranya meneladani para pahlawan yang telah memberi panduan dalam berbangsa dan bernegara, yaitu kata dan tindakannya tidak pernah pecah kongsi.

“Para pahlawan pada dasarnya hidup sejahtera nan bersahaja, tetapi jiwanya seluas samudra, bahkan melampauinya. Kata sejalan dengan tindakan, sehingga masyarakat memperoleh obor dan suluh dari sikap, pikiran, cita-cita, langkah, dan jejak para pahlawan,” tukas Haedar Nashir.

Selamat memperingati Hari Pahlawan! (ppm/ribas)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement