REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Kantor Perwakilan UNICEF Wilayah Sulawesi dan Maluku Henky Widjaja menyebut, sejumlah penyakit muncul akibat imunisasi di sekolah harus dihentikan. Imunisasi di sekolah terpaksa dihentikan karena merebaknya virus corona pada awal Maret 2020.
"Sejak ditutupnya sekolah, kasus polio ditemukan di beberapa tempat, difteri, dampak rubella juga merebak, padahal semua penyakit ini sudah pernah nol di Indonesia," katanya, Ahad (7/11).
Henky menjelaskan, imunisasi di sekolah sangat berpengaruh terhadap imunitas tubuh anak dengan berbagai jenis vaksin. Sejumlah penyakit yang bisa terjadi karena tidak adanya pemberian vaksin anak adalah tetanus, polio, TBC, difteri, campak, rubella dan kanker rahim.
"Kalau Sulsel, kami memang belum punya datanya, tapi memang ada beberapa kasus di Sulsel maupun provinsi lainnya, kalau polio ada merebak KLB di Papua dan Jawa Barat," ujarnya.
Henky menjelaskan, sebelum pandemi, pemerintah telah menggalakkan layanan imunisasi di sekolah yang diakui cakupannya cukup rendah. Namun, saat pandemi semua layanan dihentikan hingga akhirnya semakin diperparah dengan adanya virus corona.
"Selama masa pandemi, orang-orang juga tidak ke sekolah. Nah, ini yang sekarang berusaha kembali digalakkan pemerintah dengan melakukan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) untuk Tahun 2021 di Sulsel," ujarnya.
Program BIAS 2021 ini baru saja dirilis Pemerintah Provinsi Sulsel bersama Unicef untuk meningkatkan imunitas anak. Imunisasi anak ini menargetkan kelas 1 untuk vaksin difteri tetanus.
"Imunisasi ini fokus berkelanjutan untuk anak-anak, jadi tidak ada batas waktunya dan terus berlanjut," katanya.