REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gajah Mada (UGM), Iwan Puja Riyadi mengatakan, ada empat faktor penyebab kecelakaan di jalan bebas hambatan (tol). Faktor pengemudi, kendaraan, lingkungan jalan, dan faktor cuaca.
Ia menilai, kecelakaan yang terjadi umumnya tidak hanya disebabkan satu faktor, melainkan interaksi antar faktor. Sedangkan, faktor pengemudi yang bisa menjadi penyebab kecelakaan seperti kondisi pengemudi yang mengantuk atau tidak fokus.
Bisa pula kelelahan, menyetir di bawah pengaruh obat, narkotika, alkohol atau menyetir sambil melihat gawai baik ponsel atau tablet. Selain itu, kesalahan bisa terletak pada pengemudi yang belum fasih atau bahkan belum bisa menyetir.
"Atau, melakukan kesalahan bereaksi saat menyetir, baik panik atau reaksi yang terlalu lambat. Hal yang penting mengutamakan konsentrasi penuh sang pengemudi sebelum berkendara," kata Iwan, Sabtu (6/11).
Baca juga:
- Kronologi Kecelakaan Maut Vanessa Angel
- Kecelakaan Mobil Vanessa Angel Disebabkan Sopir Mengantuk
- Kecelakaan di Tol Jombang, Vanessa Angel dan Suami Mening
Ia menambahkan, seorang pengemudi yang berkendara di jalan tol harus mengontrol laju kendaraan. Sebab, banyak kecelakaan terjadi lantaran pengemudi melajukan mobil melebihi batas kecepatan yang dibolehkan, sehingga kehilangan kendali.
Meski melaju di jalan tol, bukan berarti seorang pengemudi bisa bebas melajukan kendaraan melampaui batas kecepatan yang telah ditentukan. Batasan tersebut tentunya sudah melalui perhitungan agar aman saat dilintasi kendaraan.
"Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan bukan jalan di mana pengemudi dengan bebas memacu kecepatan," ujar Iwan.
Pengemudi harus sesuaikan kecepatan dengan lajur yang dipilih dan memakai lajur sesuai peruntukan. Pengendara harus bisa memperkirakan dan menjaga jarak aman dengan kendaraan lain agar bisa menghindar jika terjadi kecelakaan di depan.
Ia mengingatkan, bahu jalan di jalan tol tidak diperuntukkan sebagai tempat berhenti apalagi beristirahat. Pengemudi tidak seharusnya menepikan kendaraan atau berhenti di bahu jalan, jika memang tidak sedang dalam kondisi darurat.
Selain pengemudi, faktor kendaraan seperti kondisi mesin, rem, lampu, ban dan muatan bisa menjadi penyebab kecelakaan. Salah satunya faktor cuaca seperti kondisi hujan, kabut atau asap. Kemudian, ada faktor lingkungan jalan.
Antara lain desain jalan seperti median, gradien, alinyemen, dan jenis permukaan atau kontrol lalu lintas marka, rambu dan lampu lalu lintas. Pembangunan jalan tol, mengacu ketentuan yang ditetapkan dan penuhi kaidah jalan berkeselamatan.
Konsep desain jalan berkeselamatan seluruh sistem lalu lintas jalan disesuaikan keterbatasan atau kemampuan manusia sebagai pengguna jalan. Tujuannya, mencegah terjadinya tabrakan yang melibatkan elemen infrastruktur jalan.
"Untuk mengurangi kejadian kecelakaan, pencegahan dan keselamatan lalu lintas dapat dilakukan melalui aspek rekayasa, aspek pendidikan dan aspek hukum," kata Iwan.
Aspek rekayasa yang bisa dilakukan penyediaan tempat istirahat. Pemeliharaan jalan dan prasarana, merapatkan jarak guide post, pemasangan rumble stripe, marka, warning light atau lampu flip flop, rambu dan pembatasan kecepatan.
Sebab, penyebab utama kecelakaan itu manusia, memperbaiki perilaku pengendara penting dan bisa dimulai dari pendidikan sekolah melalui imbauan dan pelatihan. Ujian keterampilan harus dilakukan di lapangan dan mengerti arti rambu-rambu.
"SIM hanya diberikan ke orang yang benar-benar mampu dan terampil serta santun dalam mengendarai kendaraan, umur sesuai ketentuan, dan kesehatan yang prima," ujar Iwan.
Selain itu, perlu sosialisasi peraturan yang ada dan diberlakukan dengan arif serta seksama, sehingga tidak terjadi pelanggaran lalu lintas. Masyarakat taat hukum bukan karena ada polisi, tapi atas kesadaran sendiri demi keselamatan.
"Penegakan hukum juga harus dilakukan agar ada efek bagi pelanggar lalu lintas," kata Iwan.