Sabtu 06 Nov 2021 02:01 WIB

BPTJ: Masyarakat Masih Ragu Naik Transportasi Umum

Banyak masyarakat yang masih khawatir naik transportasi umum.

Warga berjalan di dekat papan informasi transportasi umum di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (10/10/2021). PT JakLingko Indonesia akan menerapkan sistem pembayaran integrasi antarmoda dengan tarif lebih terjangkau bagi masyarakat Jabodetabek untuk pengguna transportasi di bawah jaringan pembayaran JakLingko, seperti PT KCI (Kereta Commuter Indonesia), MRT, LRT dan TransJakarta mulai Maret 2022.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Warga berjalan di dekat papan informasi transportasi umum di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (10/10/2021). PT JakLingko Indonesia akan menerapkan sistem pembayaran integrasi antarmoda dengan tarif lebih terjangkau bagi masyarakat Jabodetabek untuk pengguna transportasi di bawah jaringan pembayaran JakLingko, seperti PT KCI (Kereta Commuter Indonesia), MRT, LRT dan TransJakarta mulai Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Sigit Irfansyah, mengatakan, masyarakat masih ragu dalam menggunakan transportasi umum. Hal itu, kata dia, yang menjadi alasan mengapa jalanan di ibu kota masih saja macet meski dalam rangka Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Harusnya secara teori lalu lintas di DKI bisa lebih lengang, terlebih saat perkantoran belum 100 persen dibuka," kata Sigit.

Secara gamblang, kata dia, asumsi itu diambil berdasarkan data penumpang transportasi umum yang masih merosot. Sebelum pandemi Covid-19, katanya, KRL bisa mengangkut penumpang hampir dua juta orang setiap harinya. Bahkan, Transjakarta, diklaim Sigit pernah hampir mencapai satu juta orang dalam sehari.

"Sekarang berapa? belum pulih, belum ke indeks 1,2 juta bahkan. Jadi dari kapasitas masih dibatasi, cuman 70 persenan," tuturnya.

Ditanya adanya penerapan ganjil genap yang masih menyebabkan kemacetan, Sigit tak menampiknya. Menurut dia, ganjil genap masih terlalu umum, mengingat banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan daring dan menghindari transportasi umum massal.

Bahkan, dia menyebut jika banyak dari masyarakat juga yang beralih ke kendaraan roda dua. Menurutnya, penerapan ganjil genap sesuai regulasi masih sulit mengekang masyarakat kepada kendaraan massal umum.

Lebih jauh, Advokat Publik dan Praktisi Hukum Perlindungan Konsumen David Tobing, menyebut, ada pemikiran yang muncul pada para konsumen menyoal transportasi massal. Menurut dia, para konsumen jasa transportasi umum dan lainnya, punya hak soal keselamatan, kenyamanan dan keamanan.

"Gage ini apa dampaknya kemungkinan mengurangi kemacetan atau malah menimbulkan permasalahan baru?" jelas David.

Dalam kurun waktu 1-3 November 2021, dirinya juga mengaku membuat survei daring untuk mengetahui pola dan perilaku konsumen transportasi. Menurut dia, dari 101 responden yang 60,4 persennya sarjana, mengaku setuju adanya ganjil genap.

"Tapi mereka ingin ada alternatif yang bisa melewati gage itu bertambah, contohnya taksi daring," kata dia.

Dalam survei itu pula, katanya, banyak masyarakat yang masih khawatir terhadap transportasi umum seperti KRL, Transjakarta, angkot hingga Jaklingko. Utamanya, karena kekhawatiran terkontaminasi virus.

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pengendalian Operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dishub DKI Jakarta Massdes Arouffy, menegaskan jika penghapusan ganjil genap terhadap transportasi daring memang cukup sulit.

Terlebih, saat para pengemudi taksi daring dinilainya tidak mau menggunakan tanda bahwa mereka transportasi umum berbasis daring.

Kesulitan untuk menandai transportasi daring itu, dinilainya menjadi masalah. Utamanya, karena taksi daring yang memang tidak memiliki beda dengan mobil masyarakat pada umumnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement