Kamis 04 Nov 2021 08:21 WIB

Mompreneur, Geliat UMKM, dan Legalitas Usaha

Legalitas usaha dan labelisasi halal menghantui pelaku UMKM

Pemilik usaha membungkus lele sebelum dimasukkan ke ruang pendingin di Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (24/3/2021). Tempat tersebut mengoleh lele menjadi  frozen food
Foto: FAUZAN/ANTARA
Pemilik usaha membungkus lele sebelum dimasukkan ke ruang pendingin di Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (24/3/2021). Tempat tersebut mengoleh lele menjadi frozen food

Oleh : Andi Nur Aminah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah data tentang kiprah perempuan Indonesia dalam bidang usaha khususnya UMKM dipaparkan dalam acara Forum Khadijah bertajuk Menuju Sejuta Sertifikasi Halal Gratis Bagi UMKM, belum lama ini. Salah satu yang jadi perhatian adalah upaya membantu pengurusan sertifikasi halal gratis bagi UMKM.

Kenapa perempuan? Perempuan Indonesia memiliki rasio kepemilikan usaha yang lebih tinggi. Posisi perempuan Indonesia dalam perekonomian nasional sangat strategis. Data dari Kemenkop UMKM, terdapat 64 persen pelaku usaha UMKM adalah perempuan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga pun mendukung program Sejuta Sertifikasi Halal bagi UMKM ini sebagai salah satu upaya memperkuat pemberdayaan ekonomi perempuan. "Adanya sertifikasi halal gratis bagi UMKM akan semakin memperluas kesempatan bagi perempuan Indonesia untuk berkontribusi dalam perekonomian nasional," ujarnya.

Pemberlakuan UU No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) memang sudah dimulai dengan registrasi selama lima tahun. Registrasi dimulai dari 17 Oktober 2019 dan berakhir pada 17 Oktober 2024 untuk industri makanan dan minuman.

Masih ada waktu dua tahun lebih memang. Tapi waktu dua tahun lebih itu, bisa tak terasa tibanya karena mengurus sertifikasi halal ini pun tidak jadi dalam sekejap. Ada banyak rangkaian proses yang harus dilewati sebelum seorang pengusaha atau pelaku UMKM bisa mendapatkan sertifikat halal ini.

Bagi usaha makanan dan minuman, dokumen yang harus dimiliki sebelum menanjak ke sertifikasi halal minimal harus punya izin usaha, izin edar, PIRT, atau izin dari BPOM. Beberapa waktu lalu, beredar berita menghebohkan terkait ancaman pidana atau denda Rp 4 miliar terhadap pelaku usaha makan beku atau frozen food yang menjual produkya padahal belum memiliki izin edar dari BPOM.

Berita itu menjadi viral terutama di kalangan pelaku usaha UMKM. Tiba-tiba banyak pelaku UMKM apalagi yang produknya makanan beku menjadi galau dan was-was. Apa iya, demi mencari keuntungan ratusan ribu, tiba-tiba harus kena denda miliaran rupiah?

Sebetulnya, tidak semua juga makanan frozen wajib mengantongi izin dari BPOM. Jadi, sosialisasi tetang produk olahan apa, harus diurus menggunakan izin apa, ini juga harus dipahami betul oleh pelaku usaha. Jangan sampai salah mengurus peruntukan izinnya. Sudah capek-capek mempersiapkan berkas ini itunya, tahu-tahu saat tiba di BPOM, ternyata 'salah alamat'.

BPOM sendiri menyebut yang tidak wajib mengantongi izin edar dari BPOM yaitu produk dengan masa simpan atau kedaluarsa kurang dari tujuh hari. Untuk produk seperti ini, biasanya berupa makanan siap saji, maka wajib menyantumkan tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa pada label.

Produk yang juga tak wajib izin edar BPOM jika digunakan sebagai bahan baku pangan, makanan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai permintaan konsumen.

Namun intinya, agar keamanan pangan lebih terjaga dan meyakinkan konsumen akan kualitas produk, BPOM menyarankan produsen frozen food untuk membuat label dengan izin edar dari dinas kesehatan setempat. Kepemilikan izin usaha dan izin peredaran inilah yang akan menjembatani pelaku UMKM untuk nantinya membuat sertifikasi halal.

Saat ini, banyak lembaga-lembaga mencoba memfasilitasi pelaku UMKM untuk mengurus sertifikat halal atau sekadar menggelar webinar guna sosialisasi pentingnya memiliki sertifikat halal. Selain yang dimotori pemerintah, pihak swasta kini banyak yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk membantu UMKM mengurus sertifikat halal secara gratis.

Contohnya pendaftaran Sehati (sertifikat halal gratis) yang didukung Istiqlal Global Fund untuk program Istiqlal Indonesia Halal Center, ada juga coaching clinic Sertifikasi Halal dari Ikatan Saudagar Muslim Indonesia, satu juta sertifikat halal dari Telkom, BEJ dan LPPOM, ada juga yang digelar oleh Sucofindo dan lain-lainnya.

Kolaborasi banyak pihak ini, tentu jadi angin segar bagi pelaku usaha. Harus diakui, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Ini terlihat dari kemampuan UMKM yang berkontribusi sebesar 60,51 persen bagi Produk Domestik Bruto (PDB), menyerap 96,92 persen tenaga kerja, serta menyumbang 15,65 persen ekspor nonmigas.

Jika dilihat dari jumlah usaha yang ada di Indonesia, 99 persen didominasi oleh UMKM, yaitu sebesar 64,2 juta pelaku usaha. Dari jumlah tersebut sebanyak 37 juta UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan.

Perempuan, memiliki peran yang tidak dapat dipandang sebelah mata dalam partisipasinya menggerakkan roda perekonomian. Banyak emak-emak menyebut diri mompreneur secara naluri memiliki keinginan untuk //survive// bagi keluarganya sehingga mendorong mereka menjadi entrepreneur. Mereka mengurusi keluarga dan bisnis secara pararel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement