Selasa 02 Nov 2021 02:43 WIB

Biskita Transpakuan Perlu Didukung Push Policy

Push policy diharapkan mengajak pengguna mobil pribadi ke angkutan massal.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Fuji Pratiwi
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan (BPTJ- Kemenhub), Polana B Pramesti. Polana menyebut, pengoperasian Biskita Transpakuan perlu didukung push policy dari Pemkot Bogor.
Foto: Kemenhub
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan (BPTJ- Kemenhub), Polana B Pramesti. Polana menyebut, pengoperasian Biskita Transpakuan perlu didukung push policy dari Pemkot Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Layanan bus Biskita Transpakuan yang akan hadir di Kota Bogor, Jawa Barat, mulai esok, Selasa (2/11), dalam konteks kebijakan transportasi perkotaan merupakan kebijakan yang bersifat pull policy, atau menarik minat masyarakat menggunakan angkutan umum.

Namun, keberlanjutan layanan ini dibutuhkan kebijakan yang bersifat push policy, yaitu kebijakan yang mendorong masyarakat lebih memilih menggunakan angkutan massal. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Polana B Pramesti. Dia menyebutkan, subsidi dalam bentuk Buy The Service (BTS) ini merupakan keputusan pemerintah pusat, untuk memberikan dukungan terkait dengan kebijakan yang bersifat pull policy

Baca Juga

"Pemerintah daerah umumnya menghadapi keterbatasan untuk menyediakan layanan angkutan umum massal yang memiliki standar pelayanan yang baik, maka dari itu pemerintah pusat hadir memberikan dukungan dalam bentuk subsidi BTS," kata Polana dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (1/11).

Polana mengatakan, dalam lingkup Jabodetabek, hanya DKI Jakarta yang mampu menghadirkan layanan angkutan umum massal bus dengan standar pelayanan yang memadai dalam bentuk Bus Rapid Transit. Sementara wilayah pemerintah daerah lainnya belum mampu melakukannya.

Oleh karena itu, Polana mengharapkan dukungan subsidi dengan skema BTS dari BPTJ yang menghadirkan layanan Biskita Transpakuan di Kota Bogor, dapat ditindaklanjuti Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat push policy.

"Sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada baik di bidang transportasi ataupun pemerintahan daerah itu menjadi kewenangan Pemkot Bogor," kata Polana. 

Lebih lanjut, Polana menyatakan, dengan kebijakan push policy ini diharapkan tidak hanya terjadi perpindahan orang yang semula naik angkutan kota (angkot) menjadi naik bus. Namun, memindah orang dari yang menggunakan kendaraan pribadi, menjadi menggunakan angkutan umum.

"Jadi terbentuk kolaborasi yang diharapkan yaitu Pemerintah Pusat memberikan bantuan yang bersifat pull policy kemudian Pemerintah Daerah melengkapinya dengan kebijakan push policy," kata Polana.

Dalam konteks pengelolaan transportasi di wilayah aglomerasi Jabodetabek, sambung dia, perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal sangat penting karena menjadi salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) yang harus dicapai pada 2029. 

Peraturan Presiden No 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) mengamanatkan pada tahun 2029 prosentase pergerakan manusia di Jabodetabek yang menggunakan angkutan umum sudah harus mencapai 60 persen, sementara saat ini baru sekitar 28 persen. 

Sementara itu, dia menambahkan, berdasarkan data pada 2018, wilayah Jabodetabek dengan 30 juta penduduk setiap harinya. Serta terjadi 88 juta pergerakan per hari. 

"Dengan sekian banyak pergerakan per hari jika terlalu mengandalkan kendaraan pribadi sudah barang tentu menimbulkan permasalahan kemacetan," ungkap Polana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement