REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fauziah Mursyid, Lida Puspaningtyas, Ronggo Astungkoro
Rektor Universitas Islam Sultan Agung ( Unissula) Semarang, Drs Bedjo Santoso MT PhD mengungkap, isu halal merupakan topik yang banyak dibicarakan dalam beberapa dekade terakhir. Hal tersebut dikarenakan, gaya hidup halal menjadi kebutuhan baik Muslim dan non-Muslim.“Halal lifestyle dikaitkan dengan believe, quality product, kesehatan dan keselamatan konsumen,”kata dia.
Saat ini, kata dia. tidak hanya negara-negara mayoritas Muslim yang secara aktif menangani kebutuhan tersebut, tetapi juga negara-negara dengan penduduk minoritas Muslim seperti Korea Selatan dan Jepang .
“Korea Selatan adalah negara yang sangat progresif dan melihat peluang potensial di pasar Muslim, termasuk penerbitan panduan restoran halal Korea untuk mendukung pengembangan industri jasa pariwisatanya,”katanya.
Menurut Rektor, industri halal Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Populasi Muslim di Indonesia mencapai 85,2 persen atau sebanyak 200 jiwa dari total penduduk 235 juta jiwa penduduk yang memeluk agama Islam. Dengan jumlah penduduk demikian besar, maka makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik yang dikonsumsi masyarakat Indonesia pun berjumlah besar.
Pemerintah, lanjut dia, berupaya mengelola potensi ini melalui regulasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Melalui regulasi ini maka pada tahun 2019 semua makanan yang beredar di Indonesia sudah memiliki sertifikat halal.
“Potensi dan dukungan regulasi ini sudah seharusnya dilirik oleh institusi pendidikan tinggi. Sebagai centre of knowledge, institusi pendidikan tinggi bisa mengembangkan beragam cara untuk menguatkan kesadaran halal lifestyle yang sudah semakin membesar ini,”kata dia.