REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong agar negara-negara G20 melakukan sejumlah upaya untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau SSGs. Hal ini disampaikannya saat berpidato pada sesi KTT G20 yang membahas tentang pembangunan berkelanjutan di La Nuvola, Roma, Italia, pada Ahad (31/10).
Ia mengatakan, sebagai payung besar bagi pemenuhan hak-hak pembangunan yang berkelanjutan, target SDGs harus semakin diperjuangkan pascapandemi Covid-19 ini. Akibat pandemi, kemiskinan ekstrem dunia kembali meningkat dari yang semula diharapkan 7,5 persen di 2021, naik kembali ke 9,4 persen.
Selain itu, terganggunya rantai pasok global bukan hanya menggoyahkan kebutuhan industri, tetapi juga mengganggu stabilitas kebutuhan dasar, termasuk pangan, terutama di negara-negara berkembang.
"Kita harus segera beraksi agar dunia tidak terancam jatuh ke dalam krisis berkepanjangan. Kita G20 harus melakukan sejumlah upaya bersama untuk memastikan SDGs tercapai sesuai target, 9 tahun lagi," ujar Jokowi dikutip dari siaran resmi Istana, pada Senin (1/11).
Upaya bersama tersebut yaitu pertama, menggalang solidaritas untuk membantu negara dan masyarakat yang paling rentan. Menurut Presiden, inisiatif debt service suspension serta tambahan alokasi SDR senilai 650 miliar dolar AS menjadi langkah penting untuk memberi ruang kebijakan bagi negara berpendapatan rendah dan menengah untuk berkonsentrasi melawan pandemi.
Kedua, memperkuat kemitraan global untuk membantu pendanaan dan akses teknologi bagi negara berkembang. Financing gap yang melebar dari 2,5 triliun dolar AS per tahun menjadi 4,2 triliun dolar AS per tahun, harus menjadi perhatian serius.
Baca juga : Jokowi Undang Para Pemimpin Dunia ke Bali pada 2022
"Mobilisasi pembiayaan inovatif untuk menutup gap pendanaan SDGs, termasuk melalui blended finance harus segera dilakukan. Peningkatan investasi swasta yang berkelanjutan harus didorong untuk menggerakkan kembali roda perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di negara berkembang," ujar dia.
Ketiga, meningkatkan kemampuan adaptasi dan ketangguhan terhadap guncangan dan ketidakpastian masa depan, terutama di sektor kesehatan, kapasitas fiskal, serta kapasitas perencanaan dan implementasi pembangunan.
PBB mencatat setidaknya 8 negara berada di tingkat risiko sangat tinggi dan 40 negara risiko tinggi bagi lost generation, terutama karena menurunnya kesempatan belajar dan lapangan pekerjaan. Menurut Presiden, Indonesia telah mengembangkan kebijakan yang meningkatkan adaptasi sektor pendidikan dan memberikan perlindungan sosial bagi mereka yang paling rentan dan kehilangan pekerjaan.
"Namun banyak negara lain yang menghadapi risiko tinggi. G20 harus bekerja sama membantu mereka memastikan tidak ada lost generation. Hanya dengan demikian, kita dapat pulih bersama menuju masa depan yang lebih baik tanpa meninggalkan siapapun," kata dia.
Saat menghadiri sesi tersebut, Presiden didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.