Senin 01 Nov 2021 05:25 WIB

Semua akan Menjadi Bank Digital pada Waktunya

OJK sudah menggelar karpet merah perkembangan bank digital di Indonesia

Diskusi Bank Digital menghadirkan Ekonom CORE Piter Abdullah dan Ekonom Bursa Efek Indonesia Poltak Hodradero di Bali, akhir Oktober 2021.
Foto:

Oleh : Elba Damhuri, Jurnalis/Kepala Republika.co.id

Nasib Bank Konvensional?

Pertanyaannya kemudian, bagaimana nasib bank-bank konvensional sekarang? Apakah mereka tetap bertahan atau tergerus tsunami bank digital?

Pieter menegaskan hanya bank yang visioner yang akan jadi pemenang dalam persaingan di era digital ini. Menurut Piter, tidak ada jaminan bank yang sudah besar saat ini kemudian akan muncul sebagai pemenang di masa depan.

Bank-bank konvensional saat ini bisa bertahan dan menang atau bisa kalah. Dalam kompetisi bank digitial, garis startnya sudah dimulai dan tidak ada yang tahu pihak mana yang akan memenangkan pertarungan ini.

"Mereka (bank-bank konvensional) jika ingin bertahan dan berkembang, maka harus berubah, beradaptasi secara digital," kata Piter.

Ia memberi catatan perbandingan pola persaingan perbankan di masa lalu dan kini. Faktor keunggulan persaingan bank sebelum era digital terletak pada transaksi perbankan dan program pemerintah. 

Kemudian, faktor keunggulan itu bergeser kepada bank dengan jumlah kantor cabang yang banyak dan punya mesin ATM yang banyak. Di era digital, faktor keunggulan persaingan perbankan ada pada ekosistem digital.

Kemunculan bank-bank digital baru, menjadi tantangan besar bagi bank besar. Bank Jago masuk bank yang mengandalkan ekosistem pada pola bisnisnya. 

Poltak memberikan pandangan tidak berbeda dengan Piter soal masa depan bank konvensional. Kata dia, bank konvensional yang kompetitif dan beradaptasi tetap bisa bertahan dan bisa jadi pemenang.

Baca juga : Indonesia Terima Presidensi G20

Bank-bank konvensional harus bergerak cepat dengan memberikan layanan digital atau memiliki bank digital seperti BRI Agro atau BCA. Polanya, bisa memperkuat layanan digital, membentuk usaha bank digital, atau membeli bank lain untuk dijadikan bank digital.

Derap cepat bank digital pun dirasakan di sejumlah negara di Asia, Amerika, Eropa, hingga benua Amerika. Di Brazil, NU Bank kini menjadi salah satu kekuatan bank digital yang sangat diperhitungkan. Layanannnya pun beragam.

Juga di Inggris, Bank Revolut menjelma sebagai bank yang layak diperhitungkan yang asetnya sudah melebihi bank nasional Inggris, Natwest. Di China, Webank telah menjelma sebagai salah satu bank terbesar.

Di Indonesia, bank-bank besar pun melakukan berbagai aksi korporasi untuk menjawab tantangan disrupsi teknologi ini. BRI, misalnya, menjadikan BRI Agro sebagai bank digital mereka. 

BCA pun membangun BCA Digital, sementara Bank DBS makin berjaya dengan Digibank-nya. Belum lagi, muncul bank-bank digital yang memang sengaja dibentuk sebagai entitas baru seperti Bank Jago.

Ekonom Indef Nailul Huda menyebut bank digital secara umum terbagi ke dalam dua jenis. Pertama, bank digital yang dilahirkan murni dari perbankan yang sudah eksis. Kedua, bank digital yang dimunculkan murni dari perkawinan perusahaan teknologi dan industri perbankan.

BACA JUGA: Gebrakan Bank Digital: Selamat Datang di Era Neo Bank!

BCA Digital, BRI Agro, Jenius BTPN, Digibank masuk ke dalam kategori pertama. Sementara, Bank Jago, Sea Bank, Line Bank, dan lainnya masuk kategori bank yang dilahirkan dari perusahaan teknologi digital.

Seberapa Bagus Kinerja Bank Digital di Indonesia?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement