Jumat 29 Oct 2021 19:12 WIB

Vaksinasi Lansia yang Masih Jauh dari Target Awal

Baru 25 persen target lansia yang sudah divaksinasi penuh.

Dokter dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan vaksinasi Covid-19 untuk lansia di UPT Rumah Pelayanan Lansia Budi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta, Senin (4/10). Pelayanan vaksinasi Covid-19 dilakukan dengan sistem jemput bola. Hal ini dilakukan untuk lansia yang memiliki keterbatasan untuk pergi ke sentra vaksinasi Covid-19. Ada sembilan warga lansia yang bisa divaksinasi kali ini setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan.
Foto:

Sebelumnya, Dokter spesialis penyakit dalam Soekamto Koesnoe mengatakan, orang tua yang lansia rentan terhadap infeksi virus meskipun hanya tinggal di rumah. Penyebabnya daya tahan tubuh yang sudah tak sebagus kelompok usia yang lebih muda.  

Soekamto menjelaskan, walaupun para lansia hanya tinggal di rumah, mereka  rentan terhadap infeksi. "Daya tahan tubuhnya itu tidak sebagus orang yang lebih muda. Oleh karena itu, saat virus yang masuk dalam tubuh seseorang yang muda dan sehat mungkin tak jadi masalah, tetapi pada orang tua yang daya tahan tubuhnya lebih rendah akan menjadi sakit dan bisa jadi masalah," katanya, beberapa waktu lalu.  

Ia menambahkan, orang tua yang jatuh sakit terinfeksi Covid-19 akan mengalami kondisi lebih parah dibandingkan orang lebih muda yang juga terinfeksi virus. Ini terlihat dari statistik yang menyebutkan angka keparahan dan kematian lansia jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain.  

Oleh karena itu, ia menegaskan vaksin penting diberikan untuk melindungi lansia. Namun, ia mengingatkan karena lansia memiliki kerentaan, maka harus hati-hati dalam memberikan vaksin Covid-19.  

"Karena kalau kondisinya renta dan kalau ada stressor tertentu yang ringan seperti demam karena vaksin Covid-19 maka dapat menjadi pemicu," katanya. 

Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menyebut sebagian masyarakat lansia ragu terhadap khasiat vaksin Covid-19 atau disebut kelompok hesitancy. Pemberian pemahaman ke kelompok lansia tersebut dinilai ITAGI penting. 

"Ternyata banyak sekali faktor yang mempengaruhi. Hesitancy ini sebetulnya masalah individu masalah seseorang menerima vaksinasi. Dia bisa menerima, tapi juga masih menolak," kata Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro, Rabu (20/10).

Sri mengatakan, kelompok hesitancy sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam memberikan pemahaman terhadap masyarakat. Sri menyarankan agar pemerintah melibatkan kalangan profesional di bidang kesehatan dalam memberikan informasi yang dapat dimengerti oleh kalangan lansia.

"Dia harus dilatih dengan baik agar bisa memberikan pelayanan yang baik," katanya. 

Hal yang tidak kalah penting, kata Sri, adalah komunikasi media massa dalam memberikan pencerahan terhadap kelompok hesitancy. Hasil survei ITAGI melaporkan sebagian kelompok hesitancy memiliki permasalahan dengan vaksinasi di masa lalu yang mengecewakan. Sebagian lagi tidak memahami risiko dan manfaat vaksin. "Mungkin ada juga masalah-masalah dengan pantangan di ajaran agama mereka dan sebagainya," katanya.

Ia menjelaskan, tidak sedikit juga lansia yang merasa takut dengan jarum suntik dan khawatir dengan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) dan ada pula yang gagap teknologi. Sri memastikan bahwa vaksin memiliki banyak keuntungan bagi daya tahan tubuh terhadap penyakit, misalnya mengurangi sakit, penularan, kecacatan bahkan kematian.

"Tapi di samping itu ada juga risiko yang juga harus kita terangkan sehingga mereka paham apa yang harus dilakukan," katanya.

 

Sri menyarankan, agar seluruh keluhan dari kelompok vaksin hesitancy didengarkan dan dijawab, sedangkan kepada mereka yang menolak jangan didebat dan disalahkan apalagi dipaksa. "Yang terpenting lainnya adalah jangan mengulang-ulang hoaks. Ini pentingnya peran keluarga, tetangga, RT/RW dalam membantu lansia meluruskan kabar bohong," katanya.

photo
Tips sehat untuk lansia di masa pandemi. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement