REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengamat Konservasi Alexander Sonny Keraf turut angkat bicara soal atraksi malam Glow di Kebun Raya Bogor (KRB). Meski dinilai positif, rencana wisata malam Glow harus dikaji lebih dalam untuk membuktikan apakah efek lampu dan suara yang digunakan, bakal berdampak negatif bagi flora dan fauna di KRB.
"Setiap inovasi atau revolusi tata kelola, selalu ada resistensi atau distraction, penolakan, dan protes. Terobosan yang positif akan hilang hanya karena satu kesalahan kecil," ujar menteri lingkungan hidup era Presiden Gus Dur itu di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/10).
Sonny menganggap, inovasi Glow merupakan rencana positif lantaran masyarakat membutuhkan edukasi model baru tentang tanaman. Dia menyebut, edukasi konvensional sudah tidak bisa diterapkan lagi. Media yang lebih menarik dan atraktif, sambung dia, sanagat dibutuhkan anak muda.
Menurut Sonny, generasi milenial membutuhkan cara baru untuk mengetahui pentingnya tanaman dan siklus mata rantai kehidupan kalau manusia sangat bergantung kepada tumbuhan. Jika tidak ada konservasi, kata dia, berdampak pula bagi manusia, karena manusia membutuhkan alam.
Hanya saja, kata Sonny, wisata laser itu harus diberi catatan lantaran dampak negatif yang muncul terhadap binatang malam dan tanaman harus bisa diukut. Oleh karena itu, tindakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menunda pembukaan Glow, merupakan langkah tepat untuk mengkaji seberapa besar dampaknya bagi flora dan fauna di KRB.
"Jika Glow bisa dikendalikan dalam arti tidak menimbulkan dampak yang negatif harus tetap berjalan, karena ini merupakan media edukasi masyarakat modern. Hal ini juga sudah dilakukan dibanyak tempat dan memberikan dampak positif terhadap pengelolaan karena menghasilkan revenue," jelas Sonny.
Dia juga menyinggung langkah BRIN yang bekerja sama dengan PT Mitra Natura Raya (MNR), sebagai upaya mengoptimalisasi keseimbangan konservasi, eduwisata, dan wisata. Sonny menyatakan, tidak semua hal harus bergantung kepada pemerintah, lantaran keterbatasan dana.
Bahkan, KRB selama ini tercatat mendapat alokasi anggaran untuk penelitian paling kecil se-Asia Tenggara. Sehingga, kerja sama antara BRIN dan pihak swasta merupakan terobosan yang luar biasa.
“Bagaimana terobosan besar, kemajuan ekonomi untuk bangsa sangat terbatas. Padahal ada peluang jika dikelola secara professional pasti akan mendapatkan revenue dan mendukung penelitian atau inovasi terus menerus tanpa mengandalakan pemerintah," tutur Sonny.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN, Sukma Surya Kusumah mengatakan, Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN juga melakukan riset kepada seluruh aspek di Kebun Raya. Hal itu sebagai imbas bakal diberlakukannya eduwisata Glow di KRB.
Dia mengatakan, fungsi dari Pusat Riset Konservasi Tumbuhan yang berada di bawah tanggungjawabnya merupakan bagian dari KRB. "Makanya, kami tidak hanya Glow saja yang diriset, tetapi whole aspect research (riset seluruh aspek)," ujarnya beberapa waktu lalu.