REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memburu tersangka buron Harun Masiku. Hal tersebut disampaikan lantaran pengejaran tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR itu belum sudah memasuki hari ke-650.
"Tentu ini semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa KPK sedari awal memang tidak mempunyai niat untuk menuntaskan perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Selasa (20/10).
ICW melihat hambatan KPK mengusut perkara ini bermuara pada dua hal, salah satunya adalah rendahnya komitmen pimpinan KPK. Kurnia menjelaskan, yang menunjukan hal itu misal ketika pimpinan KPK memiliki keinginan untuk memulangkan paksa penyidik perkara tersebut ke instansi asalnya.
Kurnia melanjutkan, indikasi lainnya yakni gagalnya KPK saat ingin menyegel kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Terakhir, sambung dia, adalah pemecatan sejumlah penyelidik dan penyidik yang selama ini menangani perkara tersebut melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan (TWK).
ICW mengungkapkan, hambatan kedua yakni dugaan kekuatan besar yang melindungi Harun Masiku. Kurnia menjelaskan, hal ini menyusul indikasi adanya pejabat teras sebuah partai politik yang diduga ikut terlibat perkara tersebut.
"Sederhananya, jika Harun tertangkap maka besar kemungkinan pejabat teras partai politik tersebut akan turut terseret proses hukum," katanya.
ICW meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK segera memanggil pimpinan dan deputi penindakan lembaga antirasuah. Kurnia mengatakan, pemanggilan dilakukan untuk menelusuri hambatan utama dalam pencarian tersangka yang buron sejak 2020 lalu.
"Jika ditemukan adanya kesengajaan untuk melindungi buronan tersebut, Dewan Pengawas harus memeriksa dan menjatuhkan sanksi etik kepada mereka," katanya.