Senin 18 Oct 2021 16:52 WIB

Rapor Merah 4 Tahun Anies, Pemprov DKI Siapkan Respons

LBH Jakarta menyampaikan 10 permasalahan berdasarkan kondisi faktual di DKI.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus raharjo
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.
Foto: Dok Pemprov DKI
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asisten Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, baru saja menerima perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, di Balai Kota DKI, Senin (18/10). Dalam kesempatan itu, pihaknya menerima catatan rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.

“Terhadap rekomendasi yang diberikan, ada 10 hal yang menjadi cermatan teman-teman LBH Jakarta dan sembilan rekomendasi, yang akan kami pelajari untuk sesegera mungkin kami berikan respons dan klarifikasi," ujar Sigit Senin (18/10).

Pembelajaran tersebut, dikatakan Sigit, karena memandang LBH Jakarta sebagai pihak yang objektif. Oleh karenanya, pihak dia, mengaku tidak ingin berpolemik dengan apa yang digagas. “Karena sifatnya dadakan tadi saya sampaikan bahwa apabila kami terinformasi lebih awal, saya yakin pak Gubernur yang menerima langsung,” tuturnya.

Menurut Sigit, kedatangan LBH Jakarta merupakan bagian dari penyampaian aspirasi warga untuk pemerintahan. Oleh sebab itu, kata dia, Pemprov DKI Jakarta sangat terbuka dengan semua aspirasi, termasuk kritik dari semua warga dan LBH Jakarta itu sendiri.

“Saya sampaikan kepada mereka bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terbuka akan kritik. Kami semua memberikan kesempatan dan memfasilitasi semua warga untuk menyampaikan (kritik),” terang Sigit.

Dia menjelaskan, Anies selalu menekankan kepada semua jajarannya agar pembangunan Jakarta dilakukan dengan pendekatan berbeda. Bentuk tersebut, kata dia, tertuang dalam Community Action Plan (CAP).

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melalui pengacara publiknya, Charlie Albajili, menyampaikan rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan. Dikatakan Charlie, dalam kertas tersebut ada sepuluh permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual DKI. Termasuk, refleksi advokasi LBH Jakarta selama empat tahun masa kepemimpinan Anies Baswedan di DKI Jakarta.

"Pertama, buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN) sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999," kata Charlie di Pendopo DKI, Senin (18/10).

Kedua, lanjutnya, adalah sulitnya akses air bersih bagi si miskin di Ibu Kota DKI. Menurut Charlie, kualitas air yang buruk dengan jangkauan minim itu, juga menjadikan air di DKI sebagai harga air termahal di Asia Tenggara. "Harga air di DKI Jakarta mencapai Rp. 7.200/M2. Harga ini tentu saja bukan nilai yang kecil bagi kelompok masyarakat miskin kota yang berpenghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta," tuturnya.

Charlie menjelaskan, jika dihitung-hitung, masyarakat miskin kota DKI harus merogoh kantong Rp 600 ribu per bulan hanya untuk memperoleh air bersih. Catatan rapor merah ketiga, lanjut dia, adalah penanganan banjir Jakarta yang masih belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Terlebih, banjir di DKI yang disebutnya bukan hanya dari satu tipe banjir saja.

"Banjir hujan lokal, banjir hulu, banjir rob, banjir akibat gagal infrastruktur, dan banjir kombinasi," tuturnya.

Keempat, penataan kampung kota dengan Pendekatan Partisipatif (Community Action Plan) Anies dinilai LBH masih jauh dari yang diharapkan. Padahal, CAP diklaim mereka merupakan rencana aksi penataan Kampung Kota dengan pendekatan partisipatif warga. "Anies Baswedan baru merealisasikan satu Kampung Susun di Kampung Akuarium, dan yang sedang direncanakan akan dibangun adalah Kampung Susun Cakung untuk warga Bukit Duri yang digusur tahun 2016," jelasnya.

Catatan kelima, adalah tumpulnya niat penyelenggaraan bantuan hukum di Ibu Kota. Menurut dia, wacana tentang Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang Bantuan Hukum (Perda Bankum) sebenarnya telah ada dari 2014. Kendati demikian, berselang tujuh tahun berjalan hingga saat ini, tetap tidak ada kejelasan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Angin segar pernah terhembus melalui adanya sosialisasi Perda Bankum pernah terselenggara pada tanggal 25 Juni 2020. Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, Biro Hukum Prov DKI Jakarta, dan stakeholder lainnya telah menghadiri sosialisasi itu, namun tidak memiliki hasil yang signifikan," kata Charlie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement