REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memastikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) akan menjadi ajang transfer pengetahuan dan teknologi bagi sumber daya manusia di bidang konstruksi dalam negeri.
"Sejak awal pembangunan, proyek KCJB membawa banyak teknologi dan metode-metode baru di bidang konstruksi. Hal ini otomatis akan memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi perencana pembangunan maupun pelaksana untuk perancangan metode kerja di proyek di Indonesia selanjutnya," kata Direktur Utama (Dirut) PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi dalam pernyataan di Jakarta, Senin (18/10).
Dia menjelaskan, salah satu transfer teknologi dan pengetahuan yang terjadi dari China ke Indonesia melalui proyek KCJB adalah penerapan metode cast in situ untuk full span girder. Menurut Dwiyana, meski metode cast in situ adalah metode yang telah diterapkan di Indonesia, namun cast in situ girder full span sekaligus seperti yang diterapkan di proyek infrastruktur darat ini adalah yang pertama di Indonesia.
Dwiyana mengeklaim, metode cast in situ untuk full span girder sepanjang 32 meter dilakukan sesuai dengan standar kualitas tinggi dan persyaratan desain struktur kereta cepat.
"Cast in situ adalah metode cor ditempat langsung satu span penuh. Metode cast in situ sendiri sudah sering dilakukan di Indonesia, namun biasanya tidak sekaligus. Yang sudah ada, misalnya dicor, dilakukan bertahap atau segmen per segmen (tidak sekaligus). Bisa dibayangkan, yang di proyek KCJB ini langsung jadi full satu span, dengan panjang girder 32 meter. Sehingga ini yang membedakan dengan metode cast in situ yang sudah ada," ujar Dwiyana.
Sebelumnya, pemerintah menunjuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menggantikan PT Wijaya Karya (WIKA) sebagai ketua konsorsium BUMN di PT KCIC. Hal itu lantaran utang PT WIKA menumpuk dan tidak sanggup lagi mengerjakan proyek Kereta Cepat.
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Senayan, Jakarta Pusat pada 1 September 2021, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI, Salusra Wijaya mengungkap, anggaran awal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sekitar 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp 86,52 triliun.
Namun, setelah ditelaah konsultan pada November 2020, estimasi biaya membengkak hingga menjadi 8,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 122,58 triliun. Alhasil, proyek tersebut belum juga selesai meski sudah lima tahun lebih dimulai.
Pada 6 Oktober 2021, Jokowi pun meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubatan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Saranan Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Jokowi menunjuk Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk memimpin Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Komite Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Menteri Perhubungan, yang selanjutnya disebut komite," demikian isi Pasal 3A Perpres tersebut yang diteken Jokowi pada 6 Oktober 2021.