REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengingatkan guru untuk lebih mencermati potensi risiko jika menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler seperti susur sungai. Pernyataan ini disampaikan usai meninggalnya 11 siswa MTs Harapan Baru Ciamis saat mengikuti kegiatan susur sungai di Ciamis.
"Itu (susur sungai) merupakan bagian dari ekstra kurikuler dan kreasi guru pengampu. Harusnya guru bisa memperhitungkan dengan cermat risiko yang mungkin terjadi," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD-Dikdasmen), Jumeri, kepada Republika.co.id, Sabtu (16/10).
Sebelumnya, sebanyak 11 siswa MTs Harapan Baru Ciamis meninggal karena tenggelam saat mengikuti kegiatan susur sungai di Desa Utama, Kecamatan Cijeunjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (15/10). Tragedi semacam ini bukan kali ini saja terjadi. Awal 2020 lalu, 10 siswa SMP Negeri 1 Turi Sleman juga meregang nyawa ketika ikut susur sungai di Sleman, Yogyakarta.
Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto, mengatakan, kegiatan semacam susur sungai diatur dalam Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dalam bagian lampiran pada Permendikbud tersebut memang tercantum soal kegiatan di alam terbuka.
Tepatnya, di bagian metode pendidikan kepramukaan. "Kegiatan di alam terbuka yang mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan rohani dan jasmani peserta didik," demikian bunyi poinnya sebagaimana dilihat Republika.co.id.
Dengan tewasnya puluhan siswa akibat kegiatan susur sungai dalam dua tahun terakhir, apakah Kemendikbudristek akan mengevaluasi kegiatan itu dan Permendikbud yang mengaturnya? Baik Jumeri maupun Anang sama-sama bungkam ketika Republika melontarkan pertanyaan tersebut.