Kamis 14 Oct 2021 15:49 WIB

ASEAN Bahas Pertemuan Kepala Negara tanpa Myanmar

Brunei Darussalam akan menjadi tuan rumah pertemuan menteri yang digelar virtual.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Panglima Junta Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (24/4/2021). Kedatangan Jenderal Min Aung Hlaing untuk menghadiri KTT ASEAN 2021di Sekretariat ASEAN, Jakarta.
Foto: Antara/Biro Pers-Rusan/hma
Panglima Junta Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (24/4/2021). Kedatangan Jenderal Min Aung Hlaing untuk menghadiri KTT ASEAN 2021di Sekretariat ASEAN, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri-menteri luar negeri Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN akan menggelar pertemuan Jumat (15/10) besok. Mereka akan membahas pertemuan puncak pemimpin-pemimpin negara di kawasan.

Pada Kamis (14/10), sumber dari salah satu negara anggota ASEAN mengatakan, pertemuan menteri luar negeri itu akan membahas kemungkinan tidak mengundang pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing ke pertemuan kepala negara. Brunei Darussalam akan menjadi tuan rumah pertemuan menteri yang digelar virtual.

Baca Juga

Pekan lalu, ASEAN mengumumkan akan membahas tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar. Keputusan itu diambil setelah para jenderal gagal menempati progres yang disepakati dalam peta jalan untuk mengembalikan perdamaian usai kudeta bulan Februari lalu.

Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar Erywan Yusof mengatakan kegagalan militer dalam bertindak sesuai dengan rencana lima poin yang disepakati bulan April lalu 'sama dengan kemunduran'.

 

Myanmar mengalami gejolak politik sejak Min Aung Hlaing menggulingkan pemerintahan yang sama 1 Februari lalu. Mengakhiri usaha negara itu menuju demokrasi dan memicu unjuk rasa dan gerakan massa.

Pada Rabu (7/10) pekan lalu Erywan mengatakan ASEAN melakukan 'pembicaraan serius' untuk tidak mengundang Myanmar dalam pertemuan kepala negara ASEAN. Pertemuan tersebut dijadwalkan akan digelar pada 26 Oktober mendatang.

"Sampai hari ini tidak ada kemajuan konsensus lima poin yang sudah diimplementasikan dan ini mendorong kekhawatiran," kata diplomat Brunei tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement