REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- LBH Makassar mendorong Polri untuk mengambil alih kasus dugaan rudupaksa tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, serta melaksanakan gelar perkara khusus guna menyelesaikan perkara yang menjadi perhatian publik apalagi proses hukumnya terus berlarut larut.
"Kami pada dasarnya tetap, bahwa kasus ini diambil alih oleh Mabes Polri. Selain sejak awal, memang kami sudah melakukan gelar perkara di Polda Sulsel dan memberikan dokumen yang bisa dijadikan alat bukti, tapi kemudian itu tidak dipertimbangkan," ujar tim kuasa para korban, Azis Dumpa.
Hal itu berkaitan dengan upaya tim hukum para korban membuka kasus setelah kasus tersebut dihentikan melalui penerapan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) dikeluarkan penyidik Polres Luwu Timur pada kasus tersebut pada 10 Desember 2019.
Kemudian mencuat kembali di media sosial awal Oktober 2021. "Harapan kami, kalau pun misalnya ini tetap dilakukan di wilayah Sulsel, tetap diambil oleh Polda Sulsel. Karena sejak awal kami sudah meragukan kemampuan Polres Lutim dalam menyelesaikan kasus ini, berkaitan dengan dugaan pelanggaran prosedur yang kami lihat," harap Wakil Direktur LBH Makassar ini.
Pihaknya juga mendorong pembentukan tim untuk keseriusan menyelesaikan kasus tersebut. Ia berharap setelah kasus ini dibuka kembali ada tim khusus yang dibentuk dan memastikan seluruh proses serta tahapan penyelidikan berjalan sesuai dengan Undang-undang peradilan pidana anak termasuk jaminan hak anak terlindungi.
Azis menjelaskan, kasus ini bisa dibuka kembali, mengingat pada 6 Maret 2020, pihaknya telah menyerahkan dokumen sebagai alat bukti. Dokumen ini kalau tidak dibuka penyelidikannya maka tidak bisa menjadi sebagai alat bukti.
"Jika kita lihat di Peraturan Kapolri (Perkab) nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, maka tidak bisa dilakukan penghentian penyidikan, seharusnya adalah membuka kembali dengan gelar perkara khusus," paparnya.
Menurut dia, dengan dibukanya kembali penyelidikan melalui gelar perkara khusus, disinilah penyidik mempresentasikan kepada peserta gelar perkara dengan prosesnya, kemudian ada koreksi serta masukan terkait prosedur penanganan nantinya melahirkan rekomendasi terkait langkah yang harus dilakukan penyelidik.
"Kita berharap bila nanti gelar perkara khusus dibuka, menghadirkan ahli, lembaga negara yang konsen terhadap hak perlindungan perempuan dan anak, misalnya Komnas Perempuan, KPAI, Kementerian PPA, LPSK, Psikiater, Psikolog, dan dokter, sehingga bisa melahirkan rekomendasi yang bagus dan proses penyelidikan berjalan sesuai harapan," paparnya.
Sebelumnya, Polda Sulsel menyatakan siap membuka kasus rudupaksa anak di bawah umur yang dihentikan Polres Kabupaten Luwu Timur pada 2019, kemudian kembali mencuat setelah viral di media sosial.
"Kami akan lihat lagi (kasusnya), kalau memang dalam proses berjalannya ada ditemukan bukti yang baru, maka tidak menutup kemungkinan penyidikannya akan dibuka kembali," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan.
Kasus ini bermula saat ibu para anak korban berinisal RS juga ASN Lutim melaporkan mantan suaminya SA, salah seorang ASN di Pemda Lutim terkait dugaan kekerasan seksual terhadap ketiga anak kandungnya masing-masing berinsial AL, MR, dan AL pada 2019 lalu.
Belakang kasusnya dihentikan penyidik karena beralasan tidak cukup bukti, hingga kasus ini kembali mencuat pada Oktober 2021 karena viral di media sosial terkait proses penghentian penyelidikan pada kasus tersebut dinilai ada kejanggalan oleh LBH Makassar selalu tim pendamping hukum para anak korban.