Rabu 13 Oct 2021 06:34 WIB

Pernikahan Dini Sebabkan Tingginya Stunting di Indramayu

Tingginya kasus stunting salah satunya akibat pernikahan dini pada remaja putri.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Bilal Ramadhan
Kader PKK mengukur tinggi badan balita di desa Sukareja, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (17/9/2021). Pemprov Jawa Barat berkolaborasi dengan PKK melakukan pendeteksian dini dan memberikan nutrisi kepada sejumlah balita untuk mengejar target Jabar Zero New Stunting 2023.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Kader PKK mengukur tinggi badan balita di desa Sukareja, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (17/9/2021). Pemprov Jawa Barat berkolaborasi dengan PKK melakukan pendeteksian dini dan memberikan nutrisi kepada sejumlah balita untuk mengejar target Jabar Zero New Stunting 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Kasus stunting pada balita di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat masih tinggi. Upaya penanganan pun dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur terkait mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Deden Bonni Koswara, menyebutkan, jumlah total balita di Kabupaten Indramayu ada 125 ribu. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka stunting di Kabupaten Indramayu mencapai 33,19 persen.

Itu berarti, lanjut Deden, dari jumlah total itu, balita yang mengalami stunting ada sekitar 41 ribu balita. "Ini tergolong tinggi," ujar Deden, saat ditemui usai Seminar Nasional Cegah Stunting Menuju Generasi Bermartabat, di Pendopo Indramayu, Selasa (13/10).

Adapun kasus stunting tertinggi di Kabupaten Indramayu terjadi di Kecamatan Gabuswetan, Kandanghaur dan Kertasemaya. Deden menjelaskan, tingginya kasus stunting salah satunya akibat pernikahan dini, terutama pada remaja putri.

Hal itu akhirnya berdampak pada ketidaksiapan calon ibu saat menjalani kehamilan maupun saat merawat anaknya pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Selain itu, lanjut Deden, ibu yang berangkat kerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI), juga turut mempengaruhi kondisi anak balita yang ditinggalkannya.

Menurutnya, ketiadaan ibu yang pergi menjadi TKI membuat pemberian makanan pada anak balitanya menjadi kurang baik. Deden mengungkapkan, tingginya angka stunting tersebut menjadi PR bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu untuk mengatasinya.

Terlebih, dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Presiden Jokowi menghendaki agar penurunan prevalensi kasus stunting di kabupaten/kota mencapai 14 persen pada 2024.

"Sebagai upaya mengatasi stunting, kami bersama ibu bupati membuat terobosan bernama Gesit atau Gerakan Penurunan Stunting Indramayu Secara Terpadu," tukas Deden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement