REPUBLIKA.CO.ID,
TANGERANG SELATAN -- Dalam upaya penanggulangan bencana yang efektif, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam mengemban amanah regulasi tersebut, melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), saat ini telah dan sedang dilaksanakan pengkajian dan pengembangan serta usaha penerapan teknologi sejak 2019. Pengembangan diawali dengan 1 stasiun kontrol (landing station) dengan satu Ocean Bottom Unit (OBU), lalu dilanjutkan dengan 1 stasiun kontrol dengan dua OBU yang akan diterapkan di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun ini.
Selanjutnya pengembangan multi sensor multi OBU dan multi landing station sedang dalam pengkajian termasuk pengintegrasian fungsi yang lain seperti telekomunikasi, untuk pemanfaatan fungsi ekonomi kabel laut secara bersama antara lain mengurangi digital gap dan menaikkan GDP kawasan yang tersambung kabel laut.
“Indonesia memiliki sumber daya yang terbatas dalam melakukan eksplorasi terhadap kekayaan laut dan dalam mendorong blue economy juga dalam mitigasi bencana. Sistem observasi berbasis teknologi fiber optic merupakan salah satu teknologi yang menjanjikan di masa kini”, kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam Webinar Indonesia Cable Based Tsunameter (INA-CBT) dengan tema Kebencanaan Kabel Bawah Laut: Menuju Sistem Observasi Laut yang Terintegrasi dengan Telekomunikasi Laut Berbasis Fiber Optik, Selasa (12/10).
Menurut Handoko, tantangan ke depan bagi Indonesia untuk menjadikan sistem observasi laut ini terjangkau dan dapat dikembangkan dengan kerja sama yang menguntungkan dengan mitra di bidang telekomunikasi juga industri lainnya yang berkaitan dengan sensor untuk dapat membantu mengembangkan dan memelihara sistem sekaligus dapat menghubungkan berbagai pulau di Indonesia. BRIN berkomitmen untuk mendukung pengembangan teknologi dan infrastruktur dalam Sistem Observasi Kelautan, pungkasnya.
Senada dengan Handoko, Plt. Kepala OR PPT – BRIN Dadan Moh. Nurjaman mengatakan bahwa tantangan untuk Indonesia dapat mengimplementasikan teknologi observasi bawah laut yang terintegrasi dengan teknologi submarine fiber optic cable.
Sistem observasi kelautan yang terintegrasi dengan sistem telekomunikasi berbasis submarine fiber optic cable menjadi hal yang sangat menguntungkan bagi Indonesia tentunya di bidang telekomunikasi dan tentunya juga meningkatkan kewaspadaan masyarakat, ungkap Dadan.
Sebagai informasi, Webinar INA-CBT ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang status pengembangan teknologi ini serta bagaimana sistem ini bekerja dan juga kemungkinan pemanfaatannya di masa yang akan datang.
Webinar ini diisi oleh berbagai narasumber dari dalam dan luar negeri antara lain: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai wakil dari pengguna yang nantinya akan memanfaatkan data-data dari sistem ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang merupakan regulator jaringan pita lebar termasuk kabel bawah laut, para ahli dari luar negeri yang sudah memiliki pengalaman banyak dalam pengembangan teknologi untuk observasi bawah laut berbasis kabel laut dan operator serta pengelola jaringan telekomunikasi.
Webinar ini diharapkan juga menjadi ajang komunikasi dan berbagi informasi mengenai perkembangan dan pemanfaatan kabel bawah laut untuk Monitor Lingkungan bawah laut dan Telekomunikasi (MoLiTel).
Disamping itu kegiatan ini diharapkan juga dapat mendorong sinergi nasional dan internasional serta inovasi industri terhadap implementasi sistem observasi/pemantauan bawah laut dengan fungsi telekomunikasi dalam rangka kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.