Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko, melanjutkan jika secara garis besar target rehabilitasi mangrove sampai tahun 2024 seluas 600 ribu hektare dapat diperinci sebagai berikut. Pada tahun 2021 dilakukan pembentukan kondisi pemungkin yang mencakup penguatan basis perencanaan, koordinasi antar lembaga (Dirjen PDAS-RH, Dirjen KSDAE, Kepala Daerah, KPH, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat) dan penguatan organisasi kerja, inisiasi pembentukan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM), dan pelaksanaan rehabilitasi mangrove seluas 29.500 hektare.
Pada tahun 2022 direncanakan untuk melakukan rehabilitasi mangrove seluas 228.200 hektare, penguatan terhadap rintisan DMPM pada tahun 2021, dan pembentukan DMPM baru sebanyak 50 desa. Pada tahun yang sama dilakukan upaya-upaya koordinasi untuk mengintegrasikan rehabilitasi mangrove dalam pengelolaan hutan dan lahan.
Program pada tahun 2023 adalah rehabilitasi mangrove seluas 199.675 hektare. Secara bersamaan akan dibentuk 50 DMPM baru, dan penguatan DMPM yang sudah ada, dan program integrasi rehabilitasi mangrove dalam pengelolaan hutan dan lahan mulai dilakukan.
Program pada tahun 2024 adalah pelaksanaan rehabilitasi mangrove seluas 142.625 hektare, membentuk 50 DMPM baru, dan memperkuat DMPM yang sudah ada. Integrasi rehabilitasi mangrove dalam pengelolaan hutan dan lahan telah tuntas dilaksanakan.
Selaras dengan hal tersebut Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Ditjen PDASRH KLHK, Saparis Soedarjanto menegaskan jika terdapat harmoni antara konservasi mangrove dengan pembangunan infrastruktur dan kawasan industri maka tercipta green industrial park yang justru mampu memantapkan & meningkatkan kestabilan landscape pesisir. Hal tersebut akan menciptakan kawasan pesisir sebagai kutub pertumbuhan (growth pole) yang bisa mendorong peningkatan ekonomi nasional dan mengedepankan pemberian akses yang adil kepada seluruh lapisan masyarakat.