REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri mempercayakan proses hukum kasus dugaan rudapaksa terhadap tiga anak di bawah umur yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur tetap ditangani oleh Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), khususnya Polres Luwu Timur (Lutim).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono, mengatakan Mabes Polri, tidak akan mengambil alih kasus tersebut. Bareskrim Polri hanya memberikan asistensi dan pendampingan kepada kepolisian setempat.
"Tidak (ambil alih), jadi kasus ini tetap ditangani Polda Sulses. Tim dari Mabes Polri melakukan pendampingan untuk penyelesaian kasus ini," ucap Rusdi dalam konferensi pers di Gedung Divisi Humas Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ahad (10/10).
Rusdi mengatakan, Polri mendapat banyak masukan dari berbagai pihak terkait kasus dugaan rudapaksa di Kabupaten Lutim Untuk itu, Polri mendengarkan, menghargai, dan menghormati segala masukan tersebut. Perkembangan terbaru penanganan kasus itu, sambung dia, telah terbangun komunikasi antara Polres Lutim dan ibu korban, selaku pelapor.
"Kapolres Luwu Timur AKBP Silvester Simamora telah mengambil langkah bersilaturahim ke orang tua korban. Bertemu dengan ibu korban," kata Rusdi. Pertemuan tersebut, sambung dia, untuk menjelaskan tentang langkah yang telah dilakukan oleh Polres Lutim terhadap kasus rudapaksa tersebut.
"Dan ibu korban memahami tentang langkah-langkah tersebut, komunikasi juga dapat berjalan dengan baik," ujar Rusdi menegaskan. Selain itu, Bareskrim Polri telah menurunkan satu tim ke Polda Sulses, khususnya Polres Lutim untuk melakukan audit terhadap langkah kepolisian yang telah dilakukan penyidik di dalam menangani kasus tersebut.
Penyidik Bareskrim Polri yang berangkat ke Kabupaten Lutim juga memberikan asistensi kepada penyidik apabila nanti penyelidikan perkara itu akan dilakukan kembali bila didapatkan alat bukti baru. "Tentunya Polri, penyidik akan melakukan penyelidikan kembali terhadap kasus ini, tentunya secara profesional, transparan dan akuntabel," tutur Rusdi.
Dia menambahkan, penyidik akan menyerahkan alat bukti baru kepada pihak korban. Polres Luwu Timur maupun Polda Sulsel, menurut Rusdi, menunggu penyerahan alat bukti tersebut agar penyelidikan kasus rudapaksa tersebut dapat dibuka kembali.
"Informasi kami mendapatkan akan diberikan alat bukti baru, Polri akan menunggu. Ketika didapat alat bukti baru tersebut, Polri akan mendalami," kata Rusdi.
Polda Sulsel pada Jumat (8/10), mengeklaim, proses hukum dan hasil visum terhadap tiga anak yang diduga mendapat kekerasan seksual atau korban pencabulan dari ayahnya berinisial SA di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Provinsi Sulsel pada 2019, sudah sesuai prosedur.
"Hasil visum itu menunjukkan semua hasilnya tidak ada. Saya sampaikan terkait dengan pencabulan, tentunya harus ada kerusakan pada organ seksual. Walaupun anak itu berusia 10 tahun, tapi tidak ditemukan sama sekali," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes E Zulpan di Kota Makassar.
RA, kata Zulpan, melaporkan aduan ketiga anaknya telah mendapat tindakan tidak senonoh oleh salah satu mantan suaminya. Laporan yang disampaikan kala itu, sambung dia, adalah dugaan pemerkosaan kepada ketiga anaknya yang masih di bawah umur. Dengan pelaporan itu, Polres Lutim menerima laporan pengaduan.
Karena kasus itu merupakan pencabulan anak di bawah umur, kata dia, sehingga membutuhkan data pendukung untuk proses penyelidikan. "Ini memerlukan bukti pendukung, minimal dua alat bukti dan kami melakukan visum, pertama dilakukan di Puskesmas Malili (Lutim)," ujar Zulpan.
"Kemudian, hasil visum itu sudah keluar, menerangkan bahwa tidak terjadi kerusakan pada alat kelamin pada ketiganya, tidak ada rusak robek. Kepada laki-laki juga tidak ada kerusakan," kata Zulpan melanjutkan.
Merasa tidak puas dari hasil visum itu, kata dia, pelapor selaku ibu korban, selanjutnya melakukan visum kedua di RS Bayangkara, Kota Makassar pada November 2019, guna memastikan adanya dugaan perbuatan rudapaksa itu. "Harus ada bukti yang diajukan. Ini buktinya tidak ada," kata Zulpan.
"Kita telah melakukan koordinasi dengan unit pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk assessment. Hasil assessment juga tidak ditemukan adanya trauma," ucap Zulpan melanjutkan.