Sabtu 09 Oct 2021 00:50 WIB

Aparat Luwu Timur Diminta Komitmen Jaga Kemerdekaan Pers

Serangan hoaks terhadap berita perkosaan anak Luwu bentuk kekerasan pers.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
Komite Keselamatan Jurnalis meminta aparat kepolisian di Luwu Timur tetap komitmen menjaga kemerdekaan pers di wilayahnya.
Foto: Wikipedia
Komite Keselamatan Jurnalis meminta aparat kepolisian di Luwu Timur tetap komitmen menjaga kemerdekaan pers di wilayahnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Keselamatan Jurnalis meminta aparat kepolisian di Luwu Timur tetap komitmen menjaga kemerdekaan pers di wilayahnya. Hal ini seiring dengan serangan hingga ancaman hoaks kepada situs media dan penggiat Projectmultatuli.org.

Perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis dari LBH Pers, Ade Wahyudin mengungkapkan website media Projectmultatuli.org diduga mendapat serangan DDoS (Distributed Denial of Service) pada Rabu, (6/10) pukul 18.00 WIB. Hanya berselang dua jam setelah menerbitkan satu artikel berita dalam serial laporan #PercumaLaporPolisi berjudul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan” sore sekitar pukul 16.00 WIB.

Baca Juga

DDoS sendiri merupakan salah satu bentuk serangan digital yang dilakukan dengan membanjiri lalu lintas server dengan beban yang berat. Salah satunya dengan mengirimkan request ke server secara terus menerus hingga tidak lagi bisa menampung koneksi dari user lain.

Ade mengungkapkan serangan tidak hanya terjadi pada situs. Perlu diketahui selain melalui website, Project Multatuli juga menerbitkan karya jurnalistik dengan judul berita dugaan kekerasan seksual terhadap anak itu melalui platform media sosial, baik twitter dan Instagram. Berita tersebut langsung viral dan netizen ramai-ramai membagikan ke akun medsos mereka.

"Tidak butuh waktu lama setelah berita itu menyebar, akun @humasreslutim memberikan klarifikasi melalui kolom komentar. Sayangnya, dalam klarifikasi tersebut menuliskan nama lengkap orang tua anak korban kekerasan seksual (pelapor dan terlapor)," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (7/10).

Komite Keselamatan Jurnalis juga menyebut Akun @humasreslutim diketahui mengirim DM berisi klarifikasi ke sejumlah akun medsos yang menyebarkan artikel Project Multatuli. Hal itu diketahui setelah salah satu pembaca yang mengirim pesan pribadi melalui akun @projectm_org.

Namun pihaknya menyayangkan, respons berlebihan juga dilakukan akun @humasreslutim dengan klarifikasi diikuti cap hoaks pada artikel berita yang dipublikasi Project Multatuli melalui postingan IG Story. Tak berselang lama, sejumlah akun tidak dikenal mulai membanjiri kolom komentar yang mengamini klaim sepihak Polres Lutim tersebut.

Menyikapi hal tersebut, Komite Keselamatan Jurnalis mengecam Polres Luwu Timur yang memberikan cap hoaks terhadap berita/karya jurnalistik yang terkonfirmasi. Laporan tersebut telah berdasarkan penelusuran dan investigasi kepada korban dengan melalui proses wawancara dengan pihak terkait, termasuk kepolisian Luwu Timur.

"Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik," ujarnya.

Tindakan memberi cap hoaks secara serampangan terhadap berita merupakan pelecehan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis. Pasal 18 Undang-undang Pers menjelaskan sanksi pidana bagi orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.

Pihaknya juga mengecam dan mendesak kepolisian melindungi hak anak korban kekerasan seksual dengan tidak menyebarkan identitas, termasuk nama orang tua atau hal lain yang dapat mengungkap jati diri korban. Termasuk menghentikan upaya serangan berupa Ddos dan Serangan digital kepada media dan kerja kerja jurnalistik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement