Jumat 08 Oct 2021 16:32 WIB

Angkat Bicara Soal GLOW, Greg: Jangan Alergi Hal Baru

BRIN juga akan melakukan riset kepada seluruh aspek di Kebun Raya.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Pakar Konservasi, Gregori ‘Greg’ Garnadi Hambali di Kebun Raya Bogor.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Pakar Konservasi, Gregori ‘Greg’ Garnadi Hambali di Kebun Raya Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Konsep atraksi malam di Kebun Raya Bogor (KRB) bertajuk GLOW, menuai komentar dari Pakar Konservasi, Gregori ‘Greg’ Garnadi Hambali. Menurutnya, adanya GLOW dapat mengarah kepada penelitian dan pengamatan yang lebih mendalam, terhadap flora, dan fauna KRB yang aktif pada malam hari.

Greg yang sempat bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menyebutkan, di KRB sendiri terdapat berbagai tanaman yang justru aktif bereproduksi pada sore hingga malam hari. Seperti, pohon petai, pohon kapuk, dan pohon durian.

Sehingga, kata dia, berbagai pihak yang sempat melakukan kritik dan penolakan terhadap GLOW, harus datang terlebih dulu untuk melihat bagaimana konsep GLOW secara langsung. Sebab, menurutnya, hal itu juga berkaitan dengan upaya konservasi yang juga diterapkan oleh GLOW.

“Kalau kita di sini alergi penelitian malam hari, bagaimana kita bisa lihat mengupayakan konservasinya? Jadi kita mesti paham protes apa yang terjadi di alam ini secara holistik, bukan sepotong-sepotong. Prosesnya malam itu berkesinambungan,” ujar Greg, Jumat (8/10).

Apalagi, sambung dia, banyak yang menunjukkan kontra terhadap GLOW lantaran takut mengganggu aktivitas flora dan fauna di KRB pada malam hari. Greg pun berkali-kali menegaskan, hal tersebut harus dibuktikan secara langsung. 

“Jadi, sebelum kita bicara secara negatif, kita datang dulu bicara. Kita lihat secara langsung, supaya apa-apa alergi. Lihat dulu. Nah, baru kalau sudah lihat bicara. Itu kan bisa dikupas,” jelasnya.

Dia menambahkan, dengan adanya GLOW, anak-anak yang datang dapat melihat dan mengamati tanaman-tanaman yang aktif pada malam hari. Sekaligus melihat tayangan dari pedar cahaya seperti laser, dengan latar belakang pepohonan.

Ditambah lagi, kata dia, tayangan tersebut menunjukkan tayangan yang penuh makna sejarah. Mulai dari sejarah Kebun Raya, kedatangan penjajah, hingga kemerdekaan Indonesia.

Menurut dia, konsep ini perlu diapresiasi. Sehingga, jika ada yang hendak memberikan protes, pihak yang bersangkutan lebih baik datang untuk melihat langsung agar mengerti makna yang disampaikan dari GLOW sendiri.

“Jadi, dengan metode pijakan GLOW, lebih banyak anak-anak jadi berani. Ini jadi kesempatan anak-anak untuk belajar lebih dalam tentang yang terjadi di lingkungannya, bukan saja di siang hari tapi di malam hari,” tutur pria yang dikenal sebagai Bapak Aglonema ini.

“Nah ini saya kira-kira hal hal yang harus kita perhatikan. Jadi jangan alergi terhadap hal hal yang baru,” imbuhnya.

Plt. Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN, Sukma Surya Kusumah mengatakan, Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga akan melakukan riset kepada seluruh aspek di Kebun Raya. Bukan hanya pada bagian yang dikembangkan dalam atraksi malam GLOW, di KRB.

Dia mengatakan, fungsi dari Pusat Riset Konservasi Tumbuhan yang berada di bawah tanggung jawabnya merupakan bagian dari Kebun Raya sendiri. “Makanya, kami tidak hanya GLOW saja yang diriset. Tetapi whole aspect research (riset seluruh aspek,” ujarnya.

Oleh karena itu, Sukma menegaskan, pihaknya akan melakukan riset, terutama pada dampak dari lampu di atraksi GLOW. Tentunya dengan melakukan perbandingan secara ilmiah terkait dampak tersebut.

“Kami sedang mendesain riset itu. Kami juga melakukan comparison supaya balance. Itu pasti ada dampak, tapi seberapa besar dampaknya diukur secara scientific,” tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement