REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan terkait percepatan penurunan stunting BKKBN sedang menyiapkan tim pendamping keluarga bagi keluarga yang berisiko tinggi memiliki anak stunting. Tim ini di dalamnya adalah kader PKK, PPKBD dan sub PPKBD (Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa) serta bidan atau tenaga kesehatan yang ada di desa.
"Kami mengharapkan tim ini nantinya bisa bekerja sama dengan pendamping desa yang ada di Kementerian Desa,” ujar Kepala BKKBN, saat bertemu dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Teringgal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu, (6/10).
Tim pendamping desa menurut Dokter Hasto akan memberdayakan potensi tokoh masyarakat dan kader yang sudah ada di desa tersebut dan tenaga kesehatan, dengan jumlah yang disiapkan sekitar 200 ribu tim pendamping desa. Tim ini menurutnya memang bersifat sukarela namun BKKBN sudah mengusulkan anggaran pada Kementerian Keuangan untuk bisa didukung dari sisi operasional.
“Jumlah tim pendamping desa disetiap desa menyesuaikan jumlah penduduk desa tersebut. Desa dengan jumlah penduduk sekitar 6 ribu jiwa akan didampingi oleh satu tim, apabila jumlah penduduknya lebih dari 6 ribu maka akan didampingi oleh dua tim dan seterusnya,” jelas Dokter Hasto.
Lebih lanjut Dokter Hasto menyampaikan bahwa tim ini akan mendampingi mereka yang akan menikah, Ibu hamil dan bayi dibawah usia dua tahun (baduta). Mereka akan mendatangi rumah secara langsung sehingga secara tidak langsung akan memperoleh informasi dan data primer dan realtime terkait kondisi mereka yang akan menikah, Ibu hamil dan baduta. Seperti informasi usia yang akan menikah dan status kesehatannya seperti anemia, kemudian juga berat dan panjang badan bayi baru lahir.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, “Ini sangat bagus dan tinggal mengintegrasikan saja, nantinya pendamping desa akan mendapatkan tugas apa dalam upaya penurunan stunting. Serta dukungan pendamping desa dalam pemerintahan desa supaya nantinya desa bisa berkontribusi melalui dana desa tidak sekedar pendampingan namun juga untuk penanganan keluarga yang memiliki risiko stunting,” ungkap Abdul Halim Iskandar.
Kementerian Desa dan PDTT menurutnya juga telah menyampaikan bahwa alokasi dana desa tidak hanya untuk pertumbuhan ekonomi saja namun juga untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan hal ini sangat erat kaitannya dengan upaya penanganan stunting. “Saya diberbagai kesempatan telah menyampaikan bahwa alokasi dana desa bisa digunakan untuk penanganan stunting karena stunting merupakan salah satu prioritas utama juga,” tegas Abdul Halim Iskandar.
Kepala BKKBN Dokter Hasto Wardoyo menambahkan, stunting bisa sukses ditangani apabila desa sehat sejahtera bisa terwujud. "Dan menurut kami hal itu bisa terwujud apabila di desa didukung dengan adanya tenaga kesehatan seperti bidan desa. Sebelumnya sudah ada Polindes (Pondok Bersalin Desa) namun saat ini sudah banyak yang tidak jalan. Kami harapkan dukungan dari Kementerian Desa apakah bisa dimungkinkan adanya Peraturan Menteri yang bisa mewujudkan hal ini,” tambah Dokter Hasto.
Menindaklanjuti pertemuan ini Kemendes PDTT dan BKKBN akan melakukan nota kesepahaman maupun tindak lanjut secara teknis melalui perjanjian kerja sama untuk mengintegrasikan tim pendamping keluarga dan pendamping desa.
Hadir mendampingi Kepala BKKBN, Sekretaris Utama Tavip Agus Rayanto, Kepala Kepala Pusat Penelitian, Pengembangan KB dan KS, Irma Ardiana dan Plt. Direktur Bina Penggerakan Lini Lapangan, Made Yudhistira Dwipayama. Sementara dari Kemendes PDTT hadir Sekretaris Jenderal Taufik Madjid.