Rabu 06 Oct 2021 18:45 WIB

Keluhan Nelayan Angke dan Janji Penindakan Pencemar Teluk

Nelayan mengaku bau limbah yang membuat kerang mati beraroma obat dan zat pencucian.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
Aktivitas para nelayan dan penjual biota laut di Muara Angke, Jakarta Utara, Selasa (5/10).
Foto: Republika/Zainur Mahsir Ramadhan
Aktivitas para nelayan dan penjual biota laut di Muara Angke, Jakarta Utara, Selasa (5/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Nelayan kerang di Muara Angke, Agung (55 tahun) mengaku jika limbah pabrik beberapa tahun lalu di wilayah selamnya membuat biota laut incaran dia berkurang drastis. Bahkan, dia mengaku dalam beberapa bulan di tahun tersebut, tidak ada sama sekali kerang atau rajungan di banyak wilayah kerjanya.

"Pengalaman dulu memang gitu, solusinya saya melaut sampe ke Tanjung Priok buat jauhin limbah," ujar Agung saat ditemui Republika di pembersihan kerang Muara Angke, Selasa (5/10).

Menurut Agung, limbah yang muncul memang hampir selalu tersedia di tahun tersebut, tanpa bisa merinci lebih jauh. Kendati demikian, dia mengaku bau limbah yang saat itu membuat kerang mati, beraroma obat dan zat pencucian kain.

"Buat kita memang enggak ngaruh (zat limbah), tapi bisa buat mati kerang sama ikan-ikan," tuturnya.

Dia melanjutkan, selain kerang yang terbatas dan mati di laut, dampak ekonomi menjadi efek domino pada pencaharian warga sekitar. Agung merinci, perputaran ekonomi dari nelayan, ibu-ibu pembersih kerang hingga pengepul terhenti sejenak karena penyebaran limbah.

"Biar pun enggak ada kerang atau ikan, kita tetep nge laut waktu itu. Daripada nganggur," kenang nelayan di Muara Angke sejak 20 tahun lalu itu.

Lanjutnya, biaya pengeluaran yang lebih besar untuk melaut juga sempat dirasakan saat limbah menyebar di Teluk Jakarta. Khususnya, ketika kerang dari daerah yang aman juga hanya sedikit dan tak bernilai lebih secara ekonomi saat itu.

"Kita abis lima liter solar, kadang rugi juga kalau limbah lagi turun," tuturnya.

Dalam pemaparannya, limbah memang selalu ada sejak beberapa tahun lalu di Angke dari aliran pabrik dan lainnya. Hingga akhirnya, kata dia, limbah perlahan menghilang sejak PPKM membuat operasional limbah pabrik kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) berkurang drastis.

"Sekarang limbah ga ada emang, kualitas kerang juga baik kalo dibanding tahun-tahun lalu. Tapi harga turun drastis karena sedikit yang beli," kata Agung.

Dia merinci, jika harga biasa kerang hijau khas Teluk Jakarta bernilai Rp 26 ribu per Kg, sekarang hanya berkisar Rp 16 ribu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement