REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), sampai dengan akhir tahun lalu, diperkirakan ada 2,2 juta lebih pengguna vape di Indonesia. Adapun jumlah toko penjual mencapai lima ribu.
Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasamita mengatakan, saat ini variasi Hasil Pengolahan Tembakau dan Lainnya (HPTL) HPTL cukup banyak, bukan hanya vape. Menurut dia, munculnya variasi HPTL ini harus dibarengi dengan pengaturan yang sesuai bagi industrinya, sebab masing-masing produk memiliki profil risiko yang berbeda-beda.
“Regulasi khusus dibutuhkan agar masing-masing HPTL dan konsumsinya dapat diatur sesuai profil risiko dan konsumen yang tepat,” kata Garindra, dalam keterangannya, Senin (4/10).
Badan Standardisasi Nasional (BSN) saat ini tengah menggodok Standar Nasional Indonesia (SNI) HPTL untuk produk berupa nikotin cair atau liquid vape. Sebelumnya BSN juga telah menyelesaikan SNI HPTL untuk produk tembakau yang dipanaskan atau HTP.
Ketua Umum APVI mengatakan, keberadaan SNI untuk produk-produk HPTL menandakan adanya kepastian bahwa produk-produk HPTL diproduksi dengan standar mutu tertentu. Adanya SNI juga dapat memberi jaminan bahwa produk tersebut aman untuk konsumsi.
“Bila tidak ada SNI, tentu tidak ada standar mutu. Standar ini dibuat untuk konsumen, untuk menunjukan bahwa produk yang lulus SNI adalah produk yang aman, sebagaimana konsumen ketahui bahwa produk HPTL merupakan produk yang lebih rendah risiko,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutop mengatakan, regulasi SNI ini pun menurutnya merupakan hasil penyusunan dengan melibatkan beragam pihak agar memiliki standar mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi.
“Penyusunan SNI dilakukan oleh komite teknis yang ditunjuk oleh BSN. Dan anggotanya terdiri dari berbagai unsur yang mewakili produsen, konsumen pemerintah, pakar, serta praktisi,” ujar Edy, belum lama ini.
Selain dari aspek manufaktur, pemerintah juga tengah melakukan kajian terkait aspek fiskal alias penerimaan negara dari cukai HPTL. Selama ini peraturan cukai untuk HPTL masih menginduk dalam peraturan yang sama dengan produk tembakau konvensional, sehingga belum sepenuhnya menggambarkan perbedaan karakter dan risiko produknya.