REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Ronggo Astungkoro
Mengembalikan mahasiswa ke kampus untuk perkuliahan tatap muka (PTM) tidak semudah menggelar pertemuan tatap muka terbatas di tingkat TK hingga SMA. Kehidupan di kampus yang jauh lebih kompleks membuat risiko penularan Covid-19 juga lebih tinggi.
Epidemiolog asal Griffith University, Australia Dicky Budiman, mengatakan perlu ada pola dalam PTM di Perguruan Tinggi. Hal itu bertujuan mencegah penularan Covid-19 di lingkungan kampus. Karena, PTM di kampus jauh lebih serius dengan potensi risiko penularan yang lebih besar. "Membuka tatap muka di Perguruan Tinggi membutuhkan kesiapan yang jauh lebih kompleks," kata Dicky kepada Republika, Senin (4/10).
Ia menuturkan ada perbedaan mendasar mobilitas di kampus dengan lingkungan TK-SMA. Perbedaan yang paling menonjol adalah dari sisi lingkungannya. Sebab kampus tidak hanya menjadi tempat berkumpul mahasiswa dari berbagai daerah. Namun juga banyak dosen, tenaga kependidikan, dan karyawan yang bekerja.
Saat ini, ia menilai prioritas PTM sebaiknya diberikan ke para mahasiswa baru. Karena, para mahasiswa tingkat pertama tersebut belum mengenal dunia kampus. "Dan jauh lebih mudah diterapkan pola hidup baru dan protokol baru, dibandingkan senior. Jadi ini yang bisa dilakukan, beranjak dari kesadran lebih kompleks," ujarnya.
Persiapan lain yang harus dilakukan adalah para mahasiswa, dosen, staf, karyawan hingga pedagang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap. Kemudian ada seleksi pengajar atau staf luring yang tak berisiko tinggi serta adanya kesediaan menjalani PTM.
Ia pun memberi contoh Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah menyelenggarakan PTM dengan prinsip bersyarat dan bertahap. "Lebih baik di zonasinya saja dulu. Seperti UNS, jadi yang tinggal di Solo Raya saja dulu, lebih mudah dan tahu kondisi. Karena kalau dibuka secara umum berisiko karena dari berbagai daerah, jadi diutamakan dulu dari zonasi sama," tuturnya.
Saat menjalankan PTM, pihak kampus juga bisa mengedukasi masyarakat sekitar kampus terkait protokol kesehatan yang harus dijalankan. Sehingga, ada peran kampus ke masyarakat dalam rangka meningkatakan literasi publik.
"Agar sama-sama aman, karena ini simbiosis mutualisme. Karena Kampus kan menghidupkan ekonomi setempat, makanya perguruan tinggi ini harus memberikan literasi ke sekililngnya seperti 5M, prokes di kosan dan tempat makan, ini sangat berkontribusi," ujarnya.
Hal penting lainnya, adalah perlunya uji coba. Ia pun melihat uji coba PTM di UNS sudah berhasil.
"Tinggal evaluasi, titik mana yang lengah, nah ini yang bisa diadopsi Universitas lain. Karena kalau tidak ada pilot project ya sulit. Saya kira UNS sudah bisa jadi contoh," kata dia.
UNS hanya mengizinkan mahasiswa dari wilayah Solo Raya yang dapat mengikuti PTM. Selain itu, UNS juga memiliki Satgas Covid-19 internal. Rektor UNS Prof Jamal Wiwoho juga memutuskan yang masuk PTM pertama adalah mahasiswa tahun awal. Alasannya, mereka harus diprioritaskan karena baru masuk ke dunia kampus.
Perhimpunan Epidemiologi Indonesia (PAEI) menilai jika sekolah belum mampu menyediakan fasilitas untuk menerapkan prokes maka sebaiknya PTM jangan dulu dilakukan. "Selama sekolah belum mampu menyediakan fasilitas untuk terlaksananya prokes, sebaiknya sekolah itu belum melaksanakan PTM," kata Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Hariadi Wibisono, saat dihubungi Republika.
Dia merujuk satu slogan yakni 'health is not everything, but without health, everything is nothing'. Artinya, kesehatan memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan, segalanya jadi tak berarti.
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Panut Mulyono, mengungkapkan, sudah banyak perguruan tinggi yang melakukan PTM terbatas. Pada prinsipnya, kata dia, rektor masing-masing perguruan tinggi di Indonesia memulai PTM terbatas sesuai dengan keadaan dan kondisi di mana kampus berada.
"Pada prinsipnya rektor masing-masing perguruan tinggi memulai perkuliahan tatap muka terkendali sesuai keadaan dan kondisi di mana masing-masing kampus berada," ungkap Panut kepada Republika lewat pesan singkat, Senin (4/10).
Meski menyatakan sudah banyak perguruan tinggi yang melakukan PTM terbatas, Panut menyatakan, pihaknya belum mendata secara persis jumlah perguruan tinggi negeri mana saja yang sudah melakukan PTM terbatas. Pun demikian dengan perguruan tinggi negeri mana saja yang belum melakukan PTM terbatas beserta kendala-kendala yang dihadapi oleh masing-masing perguruan tinggi itu.
"Rapat FRI Jumat malam yang lalu kami tidak membahas hal itu karena sudah dibahas pada rapat-rapat yang lalu-lalu," kata dia.
Profesor yang menjabat sebagai rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menjelaskan, universitasnya pada 4-15 Oktober melakukan ujian tengah semester (UTS) ganjil tahun akademik 2021/2022. Setelah UTS ganjil itu, UGM akan melangsungkan PTM terbatas. Menurut dia, selama ini sebenarnya laboratorium dan studio di UGM sudah dibuka untuk mahasiswa yang perlu melakukan kegiatan di laboratorium.
"Setelah selesai ujian tengah semester, dimulai PTM terbatas. Selama ini laboratorium dan studio di UGM sudah dibuka untuk mahasiswa yang melakukan kegiatan di laboratorium," kata dia.