REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyatakan, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko punya dua pilihan terkait polemik Partai Demokrat. Herzaky menyatakan, pilihan pertama Moeldoko menghentikan semua ambisinya untuk mengambil alih Partai Demokrat.
"Mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada seluruh kader Partai Demokrat. Kami yakin masih ada ruang perbaikan bagi siapa pun manusia di muka bumi ini yang telah berbuat khilaf atau salah," kata Herzaky dalam jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta, Ahad (3/9).
Pilihan kedua, jika Moeldoko melanjutkan ambisinya maka dia bersiap untuk kehilangan bukan saja uangnya, tetapi juga nama baik dan kehormatannya. "Bukan saja kehormatan pribadi, tetapi juga kehormatan keluarganya," ujarnya.
Polemik Partai Demokrat dimulai dari kelompok kongres luar biasa (KLB) pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di Deli Serdang, Medan. Selanjutnya, gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) terkait gugatan surat penolakan Menkumham tertanggal 31 Maret 2021.
Kemudian, gugatan di PTUN oleh tiga orang mantan kader Demokrat terkait AD/ART 2020 dan SK Kepengurusan Ketum AHY. Terakhir, pengajuan permohonan uji materiil terhadap dua SK Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang diteken pada 18 Mei dan 27 Juli 2020.
SK Menkumham yang diteken Yasonna Laoly pada 18 Mei 2020 mengesahkan perubahan AD/ART Partai Demokrat, sementara SK pada 27 Juli mengesahkan perubahan daftar kepengurusan partai. Uji materiil terhadap SK Menkumham itu didaftarkan oleh kuasa hukum pihak KLB, Muh Isnaini Widodo, pada 14 September 2021.
Permohonan itu terdaftar di Mahkamah Agung dalam berkas perkara No. 39/P/HUM/2021. "Kami yakin, insya Allah, bersama Tuhan dan dukungan rakyat Indonesia, kami dapat memenangkan proses hukum ini," ucap dia.
Herzaky menyatakan, Partai Demokrat juga mengingatkan Moeldoko agar menempuh cara-cara yang demokratis dan beradab, serta jangan mengganggu partai orang lain.