REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Nawir Arsyad Akbar
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyinggung kedekatan partainya dengan PDI Perjuangan. Saat menyampaikan penyerahan surat berisi nama Lodewijk F Paulus sebagai wakil ketua DPR kepada Ketua DPR Puan Maharani, Airlangga mengatakan Golkar memiliki posisi yang sangat dekat dengan PDI Perjuangan.
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai koalisi partai Golkar dan PDIP bisa berlanjut hingga Pilpres 2024. Pernyataan Herry menanggapi Ketum Golkar Airlangga Hartanto yang mulai memberi sinyal ingin berkoalisi dengan PDIP di Pilpres 2024.
Airlangga menyatakan dekatnya hubungan Golkar dan PDIP pada Rabu (29/9). Hal itu disampaikannya saat menyerahkan langsung surat yang berisikan nama Lodewijk F Paulus sebagai wakil ketua DPR kepada Ketua DPR Puan Maharani.
"Dalam konstelasi politik, spekulasi apapun bisa terjadi. Termasuk mengenai koalisi Golkar dan PDIP di Pilpres 2024," kata Herry kepada Republika, Jumat (1/10).
Airlangga sudah pernah mengungkapkan sinyal kedekatan dengan PDIP. Pekan lalu, Airlangga bertemu Gubernur Jawa Tengah sekaligus pentolan PDIP Ganjar Pranowo yang namanya selalu moncer dalam tiap survei Pilpres 2024.
Herry menganggap keduanya saling melengkapi dan berpotensi dicalonkan di Pilpres 2024. Airlangga maupun Ganjar punya rekam jejak di legislatif dan eksekutif. "Duet Airlangga-Ganjar untuk pilpres cukup realistis karena implikasi dari kedekatan Jokowi dan Ganjar serta dominasi pengaruh elit Golkar seperti Luhut dan Airlangga pada Kabinet Jokowi saat ini," ujar Herry.
Herry mengamati duet Airlangga-Ganjar akan terwujud jika tren elektoral Ganjar tetap konsistensi. Selain itu, menurutnya perlu upaya mendongkrak elektabilitas Airlangga.
"Tantangan berikutnya bagi pasangan ini berasal dari basis elektoral yang memiliki kemiripan yakni spektrum nasionalis. Pemilih tradisional dari kalangan Islam nampaknya belum tersentuh," ucap Herry.
Namun Herry menilai sampai saat ini Ganjar terhambat "restu" dari PDIP untuk maju di Pilpres 2024. Pasalnya capres dari PDIP diduga masih berkutat di nama Puan Maharani sang penerus trah Soekarno.
"Ganjar yang memiliki elektabilitas kuat di antara kader PDIP yang lainnya justru mendapat ketidaksetujuan dari elit partainya untuk Pilpres ke depannya. Karena jika melihat kondisi di elit, sepertinya Puan Maharani yang didorong. Jika ini yang terjadi maka Airlangga dan Puan," ucap Herry.
Pengamat Politik dari Populi Center Usep S Ahyar mengamati Golkar bukan sekali dua kali mengirimkan sinyal ke PDIP. Ia menganggap opsi koalisi PDIP-Golkar berpeluang besar terjadi.
"Dia (Airlangga) kirim kode ke mana-mana kok. Termasuk pertemuan dia kemarin dengan Pak Ganjar. Saya kira bukan kebetulan," kata Usep kepada Republika.
Usep menilai duet PDIP-Golkar di Pilpres 2024 sangat mungkin terjadi. Kedua partai lawas itu sudah berkoalisi di Pilpres 2019.
Namun Golkar pernah memilih berkoalisi dengan Capres Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2014 melawan Capres dari PDIP Joko Widodo. Sehingga PDIP mesti waspada dengan manuver partai berlambang pohon beringin itu. "Itulah kepiawaian golkar dalam berpolitik, pandai melihat peluang dan momentum," ujar Usep.
Selain itu, Usep menilai Airlangga tengah menimbang posisi sebagai Cawapres. Menurutnya, Airlangga harus ikhlas turun target dari keinginan menjadi capres bila merujuk elektabilitas yang tak kunjung naik drastis.
"Sangat mungkin (jadi cawapres). Karena PDIP dalam beberapa hal lebih unggul, misal suara atau elektabilitas tokoh-tokoh di PDIP yang lebih baik dari pak Airlangga," ujar Usep.
Hanya saja, Usep memandang elit Golkar belum siap mengumumkan opsi tersebut karena masih mengalkulasinya. Adapun Airlangga juga nampaknya masih ingin berikhtiar.
"Untuk saat ini sepertinya pilihan paling pas (jadi cawapres). Tapi biarlah Pak Airlangga konsolidasi di internal Golkar dan berusaha menaikan elektabilitasnya terlebih dahulu," ucap dosen di Universitas Serang Raya tersebut.
Dalam sejarah, Golkar dan PDIP sebenarnya pernah menjadi rival di era Orde Baru. Kala itu Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri lantang menentang berkuasanya Soeharto selaku "kader" Golkar. Alhasil, PDIP jadi sasaran penguasa Order Baru.
Memang benar kata pepatah bahwa tak ada lawan dan kawan yang abadi dalam politik. Hari ini musuh, besok bisa jadi kawan. Kini, PDIP dan Golkar akrab serupa kawan lama.
"Kalau zaman Orba kan semua harus restu Soeharto, bahkan dua partai politik lain harus diatur oleh pemangku kekuatan politik utama waktu itu," ungkap Usep.