Kamis 30 Sep 2021 21:24 WIB

10 Anggota DPRD Muara Enim Diduga Terima Suap Rp 5,6 M

Suap diduga agar tidak ada gangguan dari DPRD terhadap program Pemkab Muara Enim.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) bersama Deputi Penindakan KPK Karyoto (kiri) dan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) menyampaikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/9). KPK menetapkan 10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD di Kabupaten Muara Enim tahun 2019. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) bersama Deputi Penindakan KPK Karyoto (kiri) dan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) menyampaikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/9). KPK menetapkan 10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD di Kabupaten Muara Enim tahun 2019. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga 10 anggota DPRD Kabupaten Muara Enim yang baru diumumkan sebagai tersangka menerima suap total sebesar Rp 5,6 miliar. KPK mengumumkan mereka sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, Tahun 2019.

"Untuk para tersangka diduga dengan total sejumlah Rp 5,6 miliar," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/9). Hal tersebut terungkap dalam konstruksi perkara yang menjerat 10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim sebagai tersangka.

Baca Juga

Ke-10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2019-2023 tersebut yaitu Indra Gani BS (IG), Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB), dan Piardi (PR). Alex menjelaskan untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019, pada sekitar Agustus 2019, Robi Okta Fahlevi dari pihak swasta bersama dengan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muchtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat selaku Bupati Muara Enim.

"Dalam pertemuan tersebut, Ahmad Yani menyampaikan agar berkoordinasi langsung dengan Elfin MZ Muchtar dan nantinya ada pemberian komitmen 'fee' sebesar 10 persen dari nilai net proyek untuk para pihak yang ada di Pemkab Muara Enim dan para Anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019," ungkap Alex. Ia mengatakan pembagian proyek dan penentuan para pemenang proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim diduga dilakukan oleh Elfin MZ Muchtar dan mantan Plt Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi sebagaimana perintah dari Ahmad Yani, Juarsah selaku Wakil Bupati Muara Enim saat itu, Ramlan Suryadi, dan tersangka Indra Gani BS (IG) dan kawan-kawan.

Elfindan Ramlan diminta agar memenangkan perusahaan milik Robi Okta Fahlevi. "Setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen 'fee'dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin MZ Muchtar," kata Alex.

Adapun, kata Alex, pemberian uang tersebut diterima oleh Ahmad Yani sekitar Rp 1,8 miliar, Juarsah sekitar Rp 2,8 miliar, dan untuk para tersangka diduga dengan total sejumlah Rp 5,6 miliar. "Terkait penerimaan para tersangka, diberikan secara bertahap yang diantaranya bertempat di salah satu rumah makan yang ada di Kabupaten Muara Enim dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta," ujar Alex.

Ia mengatakan, peneriman uang oleh para tersangka selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemkab Muara Enim, khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019. "Uang-uang tersebut diduga digunakan oleh para tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu," kata dia.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement