REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) angkat bicara mengenai isu iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) satu harga. Dewas BPJS Kesehatan dan DJSN menegaskan, belum ada keputusan yang pasti mengenai besaran satu harga iuran JKN-KIS.
"Masih pendapat, masih wacana, belum ada keputusan hukum yang mengikat (mengenai iuran JKN-KIS satu harga)" kata Ketua Dewan Pengawas Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Achmad Yurianto saat dihubungi Republika, Ahad (19/9) lalu.
Ia menambahkan, rapat yang diselenggarakan di Komisi IX DPR mengenai BPJS Kesehatan beberapa hari lalu belum membahas usulan harga. Sebab, dia melanjutkan, Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) sebagai salah satu acuannya masih dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Terkait kepastian iuran satu harga program asuransi sosial ini, Yuri menuebutkan timelinenya mulai 2025. "Timeline Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai 2025," ujarnya.
Terpisah Anggota DJSN unsur Tokoh dan Ahli, Muttaqien menambahkan, saat ini finalisasi KDK Kemenkes masih ditunggu. "Setelah itu baru kami bisa hitung iuran (JKN-KIS)," katanya saat dihubungi Republika.
Ia menambahkan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menetapkan rancangan 11 konsep kriteria rawat inap JKN bersama Kemenkes dan para pemangku kepentingan lainnya. Ia menambahkan, kebijakan ini dibuat berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas yang menjadi salah satu dari prinsip JKN. Achmad menyebutkan bahwa dalam transisi JKN pada tahap pertama konsep kelas standar hanya akan ada kelas standar A dan kelas standar B. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi sekrang yang menetapkan kelas 1, kelas 2, kelas 3.
"Apabila transisi ini berhasil maka kita dapat mencapai kondisi ideal, yakni hanya satu kelas tunggal yang bernama Kelas Rawat inap JKN. Ini semua merupakan proses menuju amanah Undang-undang SJSN," katanya.
Achmad menambahkan, sebenarnya kriteria yang disusun bukanlah kriteria baru melainkan diambil dari kebijakan yang ada di Kemenkes. Yakni berupa Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit-Ruang Rawat Inap, Permenkes No. 24 Tahun 2016 tentang persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit, berdasarkan draft konsep kelas standar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, serta masukan dari PERSI dan ARSADA dalam rapat penyusunan kriteria Kelas Standar JKN.
Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Kemudian segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.