REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Pemerintah Kota Batam Kepulauan Riau mencatatkan 14 warisan budaya tak benda sebagai khasanah kekayaan khas daerah kepulauan yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia itu.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam Ardiwinata menyatakan, dari 14 warisan budaya tak benda yang sudah didaftarkan yaitu teater makyong, tari jogi, permainan gasing, tradisi mandi safar, permainan jong, permainan kolek, permainan sampan layar, musik dangkong, makanan lendot dan bubur matsura.
"Kalau warisan budaya tak benda ini sudah tercatat, kemudian terdaftar, lalu ditetapkan sampai menjadi warisan dunia. Kalau sudah menjadi warisan dunia, bisa jadi muatan lokal. Jadi ada seperti tanggung jawab untuk memajukan," kata Ardi.
Warisan budaya tak benda, jelas Ardi, bentuknya bisa bermacam-macam, namun tidak berbentuk fisik. Bisa berbentuk tarian, musik, permainan, olahraga, hingga makanan.
"Jong atau sampan layar, yang didaftarkan itu cara bermainnya. Bukan bendanya," kata Ardi.
Untuk dicatatkan maka warisan budaya tak benda itu harus sudah ada selama dua generasi, atau diperkirakan selama 50 tahun. Pihaknya kini tengah menggali warisan budaya tak benda lain yang ada di tengah masyarakat untuk dicatatkan.
Tidak hanya pemerintah, warga pun bisa mencatatkannya. Warisan budaya tak benda Batam relatif unik, karena tidak hanya kaya dengan kekhasan Melayu, namun juga perairan, mengingat daerah itu merupakan kepulauan.
Berbagai permainan yang menjadi waridan budaya tak benda di Batam, umumnya dimainkan di air, seperti jong, adu pacu perahu tak berawak serta kolek perahu Melayu berlayar.
Menurut dia, warisan budaya tak benda bisa saja dicatatkan oleh dua daerah yang berbeda. Mandi safar misalnya, selain menjadi budaya di Kota Batam, beberapa kabupaten di Provinsi Riau juga menjalankannya.
"Pantun yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda, juga terdapat di beberapa daerah, termasuk Kepri," kata dia.