REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meluncurkan program Kampus Merdeka Pejuang Muda. Program ini akan memberikan peluang bagi mahasiswa untuk membantu pengentasan kemiskinan secara langsung di lapangan.
"Ide Pejuang Muda Kemensos ini adalah bagaimana melahirkan para mahasiswa yang secara detail bisa memahami (kenapa) kemiskinan itu terjadi dan bagaimana menyelesaikannya dengan mencari akar masalahnya," kata Risma dalam peluncuran program itu secara daring, Jumat (17/9).
Risma menerangkan, munculnya program ini berawal dari banyaknya keluhan soal akurasi data bansos. Risma lantas menemui Nadiem untuk meminta perguruan tinggi dilibatkan dalam perbaikan data. Tapi, Nadiem justru menyampaikan bahwa Kemendikbudristek kini punya Program Kampus Merdeka. Sebuah program di mana mahasiswa diberikan kuliah satu semester atau 20 SKS di lapangan.
Risma tertarik. Program yang awalnya untuk perbaikan data lantas berubah menjadi program pengentasan kemiskinan oleh mahasiswa. "Alhamdulilah saya menyambut baik ini (karena) sebetulnya saya juga sedang pikirkan bagaimana mengentas kemiskinan yang ada di Indonesia ini secara cepat dan tepat," ungkap Risma.
Program Kampus Merdeka Pejuang Muda ini serupa dengan program Kampus Merdeka. Mahasiswa yang mengikuti program ini berarti menjalani perkuliahan 20 SKS selama satu semester.
Risma menyebut, mahasiswa yang ikut program ini akan turun langsung di daerah-daerah yang butuh bantuan. Para mahasiswa itu selanjutnya memetakan permasalahan kemiskinan di wilayah itu. Lalu, mahasiswa bersama Kemensos merancang program yang tepat untuk wilayah yang dipilih. Para mahasiswa juga akan merancang digital campaign untuk mendukung program sosial yang dijalankan.
Dalam pelaksanaan program ini, kata Risma, para mahasiswa terlibat akan diberikan dana. Di antaranya dana transportasi, dana operasional, biaya membuat proyek sosial, dan dana pertemuan.
Adapun lokasi pelaksanaan program, lanjut Risma, berada di daerah pascabencana, di daerah kantong kemiskinan, dan di wilayah Komunitas Adat Terpencil. Untuk tahap pertama, program ini akan dijalankan di 514 kabupaten/kota. Tiap kabupaten/kota akan terdapat 10 titik pelaksanaan program.
Sedangkan kategori program, kata Risma, terbagi empat. Pertama, penegembangan program bantuan sosial. Mahasiswa bisa berperan mengecek apakah bansos yang disalurkan tepat sasaran atau tidak.
Kedua, pemberdayaan fakir miskin dan lansia. Ketiga, pola hidup sehat dan kesehatan lingkungan. Pola hidup sehat, kata Risma, menjadi penting karena terdapat penerima bansos menggunakan dananya untuk membeli rokok. Keempat, fasilitas untuk kepentingan umum.
Risma menambahkan, program ini bisa diikuti mahasiswa tingkat S1 atau setingkat. Syarat lainnya adalah mahasiswa yang minimal sedang menjalani semester lima. Informasi terkait program ini bisa diakses lewat laman pejuangmuda.kemensos.go.id.
Nadiem meyakini program ini akan "laku berat". Sebab, kata dia, program ini memuat semua tahapan dalam problem solving cycle. Mulai dari identifikasi masalah, merencanakan program, hingga mengimplementasikannya.
"Bayangkan, ini bukan program bansos tapi ini program sosial empowerment dan program sosial entrepreneurship. Jadi mahasiswa-mahasiswa kita itu akan membangun sebuah startup sosial, tapi bukan untuk bisnis melainkan untuk sosial," ujar Nadiem.
Nadiem menjamin bahwa mahasiswa di perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemendibudristek, yang ikut program ini berarti sudah menjalani perkuliahan 20 SKS. Nadiem pun meminta pimpinan perguruan tinggi ataupun ketua prodi untuk tidak mempersulit mahasiswa yang diterima dalam program ini.