REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Plt Kepala Dinas Pembangunan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (Kadis PUPRT) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan sebagai tersangka. Dia diduga terlibat perkara penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa tahun 2021-2022.
"KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/9).
Lembaga antirasuah itu menersangkakan Plt Kadis PUPR Maliki (MK) serta dua pihak swasta yakni Direktur CV Hanamas, Marhaini (MRH) dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi (FH). Ketiganya saat ini ditempatkan di rutan berbeda untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Mereka akan menjalani masa tahanan untuk 20 hari pertama hingga 5 Oktober nanti. Adapun, tersangka MK ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, tersangka MRH ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan tersangka FH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1. "Untuk upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan masing-masing," kata Alex lagi.
Ketiga tersangka dicokok KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (15/9) sekitar pukul 20.00 waktu setempat. KPK mengamankan tujuh orang dalam operasi senyap tersebut, termasuk ketiga tersangka.
Dalam OTT itu, KPK juga ikut mengamankan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara, KI; mantan ajudan Bupati Hulu Sungai Utara, LI; Kepala Seksi di Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara, MW dan orang kepercayaan tersangka MRH dan FH berinisial MJ.
Dalam OTT tersebut KPK juga mengamankan uang Rp 345 juta. Uang Rp 170 juta awalnya akan diserahkan MJ langsung dengan mengantarkannya ke rumah tersangka MK. Setelah uang diterima, KPK kemudian mengamankan MK dan ditemukan pula sejumlah uang Rp 175 juta dari pihak lain beserta beberapa dokumen proyek.
Perkara rasuah itu bermula saat Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara melelang dua proyek irigasi yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar. Proyek lainnya yakni rehabilitasi DIR Bajang di Desa Karias Dalam, Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar
Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada MRH dan FH sebagai calon pemenang kedua proyek irigasi dimaksud. Dia sepakat memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.
CV Hanamas milik tersangka MRH kemudian ditetapkan sebagai pemenang lelang proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah dengan nilai kontrak Rp 1.9 miliar. Sedangkan proyek rehabilitasi DIR Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik tersangka FH dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar.
Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan Surat Perintah Membayar pencairan uang muka yang tindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan MJ sebagai orang kepercayaan dari MRH dan FH.
"Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp 170 juta dan Rp 175 juta dalam bentuk tunai," kata Alex lagi.