Kamis 16 Sep 2021 21:01 WIB

Sosialisasi Ancaman Bahaya Senyawa BPA Bidik Orang Tua

YLKI menyoroti pentingnya mengedukasi masayarakat soal bahaya produk kemasan plastik

Arist Merdeka Sirait
Foto: antara
Arist Merdeka Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sosialisasi terhadap ancaman bahaya senyawa kimia Bisphenol A (BPA) akan semakin intensif menyasar kepada para orang tua di wilayah perkotaan.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai aktivitas ini menjadi penting untuk menjaga masa depan bangsa akibat adanya potensi terpaparnya anak-anak terhadap senyawa BPA.  

"Sosialisasi ini sebagai wujud nyata dan komitmen Komnas Perlindungan Anak untuk memerangi BPA sekaligus reaksi kepada BPOM yang lamban dalam merespon usulan dari Komnas Perlindungan Anak dan Masyarakat,” kata Arist dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/9).

Arist kembali menegaskan kemasan plastik polycarbonat (PC) dengan kode plastik tertentu itu berpotensi mengandung senyawa BPA yang berbahaya bagi usia rentan yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Untuk bayi dan anak-anak, kata dia, Indonesia harusnya sudah tidak ada toleransi ambang batas BPA yang diperbolehkan untuk usia rentan tersebut.

“Bayi dan anak-anak Indonesia mempunyai kesetaraan hak konsumen dan perlu dilindungi pemerintah agar terbebas dari BPA seperti bayi dan anak-anak di negara-negara maju Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia,” ujarnya.

Lebih lanjut Arist berharap BPOM sudah seharusnya dapat menunjukkan keseriusan dalam menangani pelabelan pada kemasan yang mengandung BPA.  “Ini yang kami nantikan,” katanya.

Sementara itu Pengurus Harian YLKI Sularsi juga menyoroti pentingnya mengedukasi masyarakat soal bahaya produk kemasan plastik yang mengandung Bisphenol A (BPA).

“Maka dari itu  perlu adanya satu label, apakah produk tersebut berbahaya  atau tidak, agar konsumen tahu. Jadi semua produk yang mengandung zat berbahaya harus diberi label. Baik itu produk kemasan makanan, air minum maupun maianan anak-anak.  Jika itu tidak diberikan informasi atau pelabelan tentu akan sangat merugikan konsumen,”  jelas Sularsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement