Kamis 16 Sep 2021 19:04 WIB

Mengulik Usulan Mendagri, Pemilu 2024 Digelar April atau Mei

Mulanya Pemilu 2024 akan digelar pada 21 Februari 2024.

(dari kiri) Ketua KPU Ilham Saputra bersama dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Ketua DKPP Muhammad dan Ketua Bawaslu Abhan saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Kamis (16/9). Rapat antara komisi II dengan Mendagri, KPU, BAWASLU dan DKPP tersebut membahas persiapan dan kesiapan pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024.Praoygi/Republika
Foto:

Menurut dia, seharusnya Tim Kerja Bersama memetakan potensi masalah dan tantangan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yang digelar bersamaan di tahun yang sama. Kemudian, tim juga semestinya menemukan solusi atas persoalan yang menjadi kekhawatiran masing-masing pihak.

Jika hal tersebut memang dilakukan, kata Ninis, rapat hari ini yang direncanakan akan menetapkan jadwal pemungutan suara secara resmi bisa diwujudkan. Namun, yang terjadi adalah pemerintah mengusulkan jadwal pencoblosan Pemilu pada April atau Mei 2024 sehingga perdebatan kembali ke awal lagi.

Ninis menjelaskan, alasan pemerintah yang disampaikan Tito atas usulan jadwal pemungutan suara pada April/Mei 2024 tidak menyelesaikan persoalan. Sebab, Tito pun tidak memaparkan solusi dari masalah yang dikhawatirkan KPU.

Menurut Ninis, apabila usulan jadwal pemungutan suara semangatnya ialah efisiensi dari segi waktu dan anggaran, maka pemerintah seharusnya memberikan solusi berupa perubahan terbatas pada Undang-Undang (UU). Waktu pelaksanaan tahapan memang diatur rigid dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Misalnya, tahapan pendaftaran partai politik peserta pemilu selambat-lambatnya dilaksanakan 14 bulan sebelum hari pemungutan suara dan pendaftaran pasangan calon presiden selambat-lambatnya delapan bulan sebelum hari pemungutan suara. Jika diakumulasikan, setidaknya pelaksanaan tahapan pemilu harus berlangsung selambat-lambatnya 20 bulan sebelum hari pencoblosan.

"Kalau memang ada semangat untuk melakukan efisiensi, tahapan itu harus dipotong waktunya, sehingga semuanya lebih ringkas lagi, lebih sederhana lagi. Untuk memotong waktu itu memang diperlukan Undang-Undang-nya diubah," kata Ninis.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung memahami alasan belum ditetapkannya tahapan Pemilu 2024. "Pertimbangannya saat itu adalah efisiensi, kalau tanggalnya makin ditarik ke awal tahun itu menambah lamanya waktu tahapan yang berkonsekuensi terhadap anggaran," ujar Doli usai rapat kerja dengan Mendagri, Kamis (16/9).

Salah satu hal yang menjadi perhatian Komisi II dan Tito adalah masa transisi antara Pilpres 2024 dengan waktu pelantikannya. Pasalnya jika Pemilu digelar pada Februari, akan ada masa peralihan aneh ketika Indonesia memiliki dua presiden, yakni presiden yang masih memimpin dengan presiden terpilih yang belum dilantik.

"Itu delapan bulan, Indonesia ini dipimpin dalam situasi yang transisi. Ada presiden yang masih incumbent, ada presiden terpilih tapi belum dilantik, saya kira ini juga tidak baik," ujar Doli.

Alasan lainnya adalah terkait anggaran. Menurutnya, semakin lama tahapan Pemilu 2024, semakin banyak juga anggaran yang akan digunakan di tengah ekonomi Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19.

"Jadi kita sepakat untuk melakukan exercise dan sinkronisasi kembali terhadap rancangan ini dan kemudian kami akan melakukan konsinyering," ujar politikus Partai Golkar itu.

Masih terkait Pemilu 2024, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengkritik usulan anggaran sebesar Rp 86 triliun. Ia meminta KPU menghitung ulang usulan anggaran tersebut.

Menurutnya, semua pihak harus menyadari kondisi ekonomi Indonesia yang tengah terpuruk akibat Covid-19. Apalagi ditambah dengan anggaran Rp 26 triliun untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. "Jadi tentu ini efisiensi ini menjadi penting dengan memahami kondisi dan realitas ekonomi kita di tengah pandemi Covid-19," ujar Saan.

Meski begitu, ia paham dengan usulan anggaran Rp 86 triliun oleh KPU. Sebab pada 2024, ada beban dan kerumitan yang lebih besar karena Pemilu dan Pilkada digelar di tahun yang sama. KPU mengusulkan anggaran untuk pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sebesar Rp 86,2 triliun secara multiyears, mulai 2021 sampai 2025. Jumlah ini termasuk alokasi anggaran tambahan dari pagu KPU yang sudah diterima pada 2021.

Rinciannya, anggaran 2021 sebesar Rp 8,4 triliun (10 persen), 2022 Rp 13,2 triliun (15 persen), 2023 Rp 24,9 triliun (29 persen), 2024 Rp 36,5 triliun (42 persen), dan 2025 Rp 3 triliun (empat persen). Semua anggaran ini untuk pemilihan presiden dan pemilihan legislatif berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Sementara, usulan anggaran untuk Pilkada serentak 2024 di 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi sebanyak Rp 26,2 triliun. Anggaran ini bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2023 dan 2024.

photo
Sejumlah kegiatan dilarang pada masa kampanye Pilkada 2020 terkait pandemi Covid-19. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement