Rabu 15 Sep 2021 10:05 WIB

BNPT Respons Kekhawatiran Kemenlu Jepang tentang Terorisme

Menurut Boy, Januari-September 2021 sebanyak 320 orang ditindak Densus 88 Polri.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jepang membuat pernyataan terkait potensi ancaman teroris di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan, bisa memaklumi kekawatiran Jepang.

Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar, mengatakan, pemerintah Indonesia selama ini telah melakukan pencegahan terorisme, penegakan hukum, dan kerja sama internasional sesuai mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Dia pun mengimbau perlu peningkatan kewaspadaan bersama terhadap seluruh ancaman aksi teror, kapan pun dan di mana pun.

"Perlunya kewaspadaan bersama, karena jaringan terorisme terus berupaya untuk melaksanakan aksinya di ruang publik," kata Boy di Jakarta, Rabu (15/9). Dia mengatakan, BNPT sejak awal telah melakukan pencegahan, yaitu kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.

Menurut dia, kesiapsiagaan nasional artinya menguatkan pemahaman ideologi Pancasila kepada masyarakat rentan dan juga masyarakat secara umum. Selain itu, meningkatkan kemampuan aparatur agar tidak terpapar paham radikal terorisme,serta melakukan perlindungan terhadap obejek vital, fasilitas umum, termasuk di dalamnya rumah ibadah.

BNPT juga mengembangkan kajian terorisme secara komprehensif dan pemetaan daerah rawan radikal terorisme. "Pencegahan melalui kontra radikalisasi merupakan upaya untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme," ucap Boy.

Dia menyebut, BNPT melaksanakan kontraideologi, kontranarasi, serta kontrapropaganda kepada orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme secara langsung atau tidak langsung.

Melalui deradikalisasi, sambung dia, BNPT bersama kementerian/lembaga terkait berupaya untuk menghilangkan atau mengurangi, serta membalikkan pemahaman radikal terorisme yang telah terjadi. Sehingga tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, mantan narapidana, dan orang atau kelompok orang yang sudah terpapar dapat kembali ke masyarakat.

"Pencegahan ini melibatkan seluruh komponen bangsa. Tidak hanya dilaksanakan BNPT dan kementerian/lembaga terkait, tetapi juga masyarakat, baik akademisi, praktisi, tokoh agama, tokoh masyarakat yang bermitra dengan BNPT," ucap Boy.

Selain itu, kata Boy, preventive justice atau pencegahan melalui penegakan hukum juga dilakukan BNPT. Buktinya ratusan orang yang terkait tindak pidana terorisme dibekuk Densus 88 Antiteror Polri.

"Sejak bulan Januari 2021 sampai September 2021 sebanyak 320 orang lebih telah ditindak oleh Densus 88. Secara kuantitas, aksi teror di Indonesia berkurang," kata mantan Kadiv Humas Polri tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement