Selasa 14 Sep 2021 20:39 WIB

Pandemi Covid-19 yang Masih Jauh dari Berakhir

Upaya preventif harus terus dilakukan salah satunya dengan percepatan vaksinasi.

Upaya pengendalian Covid-19 penting dilakukan karena kini dunia termasuk Indonesia menghadapi mutasi virus seperti varian Mu hingga varian Delta. Karena itu masyarakat diminta waspada karena pandemi belum berakhir.
Foto:

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia yang dinilai berhasil menangani Covid-19 yang sampai diakui dunia termasuk Universitas John Hopkins. Kendati demikian, PB IDI mengingatkan pandemi susah diprediksi, sehingga pemerintah diminta melakukan tiga upaya, salah satunya preventif dengan mempercepat laju vaksinasi.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto mengaku pihaknya memberikan apresiasi untuk pemerintah yang telah bisa mengendalikan pandemi dengan cara PPKM level 3 dan 4. "Karena virus itu kalau tidak ada mobilitas dan tak ada penularan kemudian dia mati. Jadi, sudah pasti kalau PPKM dilakukan akan turun kasusnya," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (14/9).

Kendati demikian, ia mengingatkan pandemi ini susah diprediksi. Dulu ia memperkirakan gelombang I kasus Covid-19 hanya terjadi pada Maret 2020 dan setelah itu landai ternyata kembali naik kasusnya pada Oktober 2020 hingga Februari 2021. Kemudian, dia melanjutkan, kasus kembali landai dan kembali meledak kasusnya Juni 2021 kemarin.

Ia menjelaskan, untuk menangani pandemi ada beberapa upaya yaitu promotif, preventif, dan kuratif. "Promotif sudah dilakukan dengan sosialisasi supaya masyarakat tidak termakan hoaks, kemudian upaya preventif dengan PPKM juga sudah dilakukan maksimal dan itu benar tetapi kalau tanpa diikuti vaksinasi yang dipercepat maka kurang maksimal. Sekarang yang sudah mendapatkan vaksinasi dua dosis sekitar 42,5 juta atau 20,44 persenan, itu harus dipercepat lagi," katanya.

Ia menganalogikan kecepatan vaksinasi seperti membersihkan rumput di lapangan sepak bola. Jika tak cepat dilakukan, baru membersihkan rumput di tengah-tengah lapangan ternyata rumput yang telah dipangkas sebelumnya kembali tumbuh. Ia menambahkan, ini sama seperti vaksin, kalau tidak cepat dilakukan maka vaksin yang sudah diberikan pasa masyarakat sebelumnya maka bisa mengalami antibodinya yang turun atau bahkan hilang.

Kalau target vaksinasi pemerintah sekitar 206 jutaan orang dan lajunya berjalan lambat, ketika baru mencapai 100 juta dosis kedua maka antibodi yang sudah divaksin terlebih dahulu akan menurun. Sehingga, dia melanjutkan, orang yang telah divaksin terlebih dahulu butuh penguat (booster). Kemudian, dia melanjutkan, kekebalan komunitas (herd immunity) sulit tercapai.

"Jadi, pemerintah berlomba dengan waktu karena herd immunity itu dicapai dengan kecepatan vaksin, kedua ketersediaan vaksin makanya dianalogikan dengan memotong rumput," ujarnya.

Ia mengusulkan kalau kemampuan vaksinasi dosis kedua yang jadi dosis lengkap bisa 2 juta per hari untuk segera mewujudkan herd immunity. Ia menghitung jika 2 juta sehari dikali selama sebulan 30 hari menjadi 60 juta penyuntikan artinya dalam 3 bulan ke depan bisa terwujud herd immunity. Sebab, dia melanjutkan, penyuntikan dosis kedua sudah mencapai 180 juta kemudian ditambah 42,5 juta.

"Kalau vaksinasi tidak cepat dilakukan maka herd immunity susah tercapai dan kalau ada gelombang empat, masyarakat jadi gampang sakit dan bisa naik lagi kasusnya," katanya.

Selain itu, ia meminta pemerintah melakukan upaya kuratif dengan menyiapkan rumah sakit, jadi tidak kaget kalau kasus meledak lagi. Artinya, dia melanjutkan, fasilitas kesehatan tetap siaga walau kasus menurun dan rumah sakit banyak yang dialihfungsi tetapi sewaktu-waktu kalau kasus meledak kasusnya bisa segera dikonversi.

"Kemudian siapkan tempat tidur di isolasi terpusat, jangan sampai mengulangi kesalahan kemarin ada pasien Covid-19 meninggal dunia saat isolasi mandiri. Padahal, banyak tempat yang bisa digunakan jadi tempat isolasi terpusat," ujarnya.

Ia menambahkan, upaya kuratif perlu dilakukan untuk menyiapkan obat, sumber daya manusia, dan mencegah kematian. Artinya, dia melanjutkan, upaya kuratif harus dilakukan sebagai usaha untuk mencegah orang yang terinfeksi Covid-19 tidak meninggal dunia atau cacat dengan cara menyiapkan tenaga kesehatan atau obat-obatan dan oksigen supaya lebih siap.

"Kalau promotif, preventif mencegah sakit dengan vaksin dan PPKM, kuratif sudah dilakukan saya kira bagus," katanya.

Yang tak kalah penting, dia menambahkan, yaitu protokol kesehatan harus tetap dilakukan. Jadi jangan lengah meski kasus Covid-19 turun.

photo
Long Covid-19 pada anak. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement