REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan, penyaluran bansos harus tepat sasaran, yakni kepada masyarakat miskin, rentan dan terdampak pandemi Covid-19. Namun, proses penyaluran kerap terkendala persoalan data.
“Bantuan sosial bukan soal data semata, melainkan mengawal hingga sampai kepada penerima dan merupakan tugas yang tidak mudah sebab banyak masyarakat yang tidak tahu program bantuan tersebut,” ujar Risma dalam siaran persnya, Selasa (7/9).
Risma mengatakan, saat ini pihaknya sedang berupaya melakukan perbaikan sistem perbaikan bansos, terutama terkait data penerima. Menurutnya, perbaikan data itu adalah sesuatu yang sulit.
"Dimulai dari pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), meng-cleansing data ganda, memadankan data dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK)," kata Risma.
Untuk memastikan perbaikan data itu berhasil, lanjut dia, maka Pemerintah Daerah (Pemda) harus berperan aktif. Tapi, terdapat sejumlah Pemda yang bergerak lambat dan bahkan tidak peduli terkait data ini. Alhasil, bansos tidak tepat sasaran.
Bahkan, kata dia, ada pemda yang tidak melakukan pembaruan data selama 10 tahun lamanya. Tak heran, data di lapangan berbeda dengan data Dukcapil. Sebab, ada masyarakat yang sudah pindah ataupun meninggal dunia.
“Pernah suatu ketika saya diprotes masyarakat karena tidak menerima bantuan padahal sebelumnya menerima, setelah ditelusuri ternyata dia pindah alamat dan tidak menginformasikan pada ketua RT/RW setempat," ujarnya.
Risma menambahkan, untuk pengawasan penyaluran bansos, pihaknya bekerja sama dengan institusi atau lembaga negara lainnya. Di antaranya KPK, Kejaksaan Agung, BPK, BPKP, BI, OJK dan Bareskrim Polri.
Kerja sama itu diharapkan bisa mencegah aksi penyelewengan bansos. “Setiap bulan kami rutin menggelar pertemuan dengan institusi dan lembaga itu bertujuan untuk menyelesaikan bersama-sama sebab pikiran banyak orang lebih baik daripada pikiran kami sendiri," ucapnya.