Selasa 07 Sep 2021 02:50 WIB

Syarief Hasan Tolak Amendemen UUD, PPHN Cukup Diatur UU

Wacana amendemen UUD 1945 dinilai berpotensi membuat masyarakat terbelah.

Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menilai, untuk memunculkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) cukup diatur melalui undang-undang (UU). Sehingga, dirinya menolak dilakukan amendemen terbatas UUD NRI 1945.

"Saya menilai untuk menghadirkan PPHN cukup melalui UU atau cara maksimal dengan TAP MPR, sehingga tidak perlu dilakukan amendemen UUD NRI 1945," kata Syarief Hasan dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk "Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 dalam Mencapai Cita-cita Bangsa", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/9).

Baca Juga

Syarief menilai, untuk dilakukan amendemen diperlukan banyak pertimbangan dan hal tersebut merupakan arena politik, sehingga dikhawatirkan bisa berubah terkait isi perubahannya. Karena itu, menurut dia, lebih baik memperkuat arah pembangunan yang sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

"Tujuan kita bernegara hanya satu yaitu kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, itu yang menjadi parameternya, bukan dalam bentuk monumental," ujarnya.

Syarief memastikan, bahwa sampai saat ini MPR RI belum memutuskan apapun terkait amendemen UUD NRI Tahun 1945. Hal itu, menurut dia, menjawab pertanyaan berbagai pihak terkait wacana menghadirkan PPHN melalui amendemen.

"Kabar terbaru yang bisa saya sampaikan sesuai hasil Rapat Pimpinan MPR terakhir adalah MPR masih akan terus melakukan kajian secara mendalam karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan," katanya pula.

Menurut dia, Pimpinan MPR, setelah Badan Kajian MPR bekerja, mengambil kesimpulan bahwa akan dilakukan pendalaman karena banyak aspek yang berpengaruh dan dipertimbangkan apabila dilakukan amendemen UUD NRI 1945. Selain itu, dia menjelaskan perlu dilakukan kajian mendalam terkait wacana amendemen tersebut, karena dikhawatirkan akan terjadi pergeseran sistem ketatanegaraan.

"Kami tidak terburu-buru memutuskan, dan Pimpinan MPR sepakat setelah pendalaman di Badan Kajian MPR, maka dilakukan sosialisasi untuk mendapatkan respons masyarakat dan semua stakeholder," ujarnya.

Ia tidak menginginkan isu amendemen tersebut membuat masyarakat Indonesia terbelah. Padahal, banyak hal yang lebih esensi yang harus dipikirkan khususnya dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement