REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT. BLEM), Samin Tan, terdakwa perkara penyuapan kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat, yang digelar Senin (30/8). Sebelumnya, Samin Tan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, 3 tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Panji Surono yang sekaligus membacakan amar putusan pada sidang kasus suap kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, menyatakan terdakwa Samin Tan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Hal ini sebagaimana yang ditetapkan baik dalam dakwaan alternatif pertama ataupun dalam dakwaan alternatif kedua.
"Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum tersebut. Memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan harkat dan martabatnya," kata Ketua Majelis Hakim Panji Surono, Senin (30/8).
Sejatinya, kasus suap ini terkait permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 antara PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah. Di mana PT AKT merupakan anak perusahaan dari PT BLEM yang mempunyai Coal Contract of Work (CCOW) atau PKP2B dengan Kementerian ESDM, yang memberikan hak bagi PT AKT untuk melakukan kegiatan pertambangan batu bara di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, seluas sekitar 40 ribu hektare.
Namun, Samin Tan menilai dirinya adalah korban dari Eni Maulani Saragih yang meminta uang dalam membiayai pencalonan suaminya dalam Pilkada di Temanggung, Jateng. Kemudian menurut Majelis Hakim yang menjadi pertimbangan, Eni sendiri tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut SK no. 31 seterusnya tentang pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT AKT.
"Di mana yang punya kewenangan Menteri ESDM. Terdakwa korban pemerasan," kata Anggota Hakim Teguh Santosa saat membacakan pertimbangan.
Menurut Teguh, Samin Tan selaku pemberi gratifikasi belum diatur dalam UU Tipikor. Selama ini yang diatur adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak jujur karena telah menerima sesuatu dalam batas waktu 30 hari tidak melaporkan kepada KPL sesuai Pasal 12 B. Sehingga, karena Eni tidak melaporkan maka diancam dalam Pasal 12 B.
Sedangkan, pada Pasal 12 B bukan delik suap melainkan gratifikasi, maka menurut Teguh, sangat tidak mungkin sekali dalam hal gratifikasi itu diadakan pidana bagi yang memberikan. "Tindakan pemberi gratifikasi belum diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang UU Tipikor," ujar Teguh.
Sebelumnya, Samin Tan dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara oleh JPU KPK pada sidang penuntutan sebelumnya. Samin Tan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas putusan tersebut, JPU KPK langsung menyatakan kasasi. "Kami menyatakan kasasi," kata JPU KPK Ronald F Worotikan.
Sedangkan penasihat hukum Samin Tan, Yadi Noviadi Yusuf menyatakan bersyukur atas putusan itu. "Alhamdulillah terima kasih majelis hakim mendengar itu membaca putusan bebas. Jujur kita terkejut ya tapi karena hakim berani menerima argumentasi kita, kita pakai akademisi, tidak praktisi kita lebih menerangkan bagaimana sifat melawan hukum. Kita tunggu saja nanti upaya hukum dari jaksa," kata Yadi.