Ahad 29 Aug 2021 18:28 WIB

Perludem Usul Aturan Badan Peradilan di UU Pilkada Direvisi

Penyelesaian perselisihan hasil pilkada itu kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadhil Ramadhanil, mengusulkan ketentuan pembentukan badan peradilan khusus di pasal 157 Undang-Undang Pilkada direvisi. (Foto: Pilkada)
Foto: Republika/ Wihdan
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadhil Ramadhanil, mengusulkan ketentuan pembentukan badan peradilan khusus di pasal 157 Undang-Undang Pilkada direvisi. (Foto: Pilkada)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadhil Ramadhanil, menyoroti soal adanya ketentuan pembentukan badan peradilan khusus di pasal 157 Undang-Undang Pilkada. Fadhil mengusulkan agar ketentuan tersebut direvisi.

"Pembentuk undang-undang bisa melakukan revisi secara terbatas terhadap pasal 157 untuk menghapus ketentuan badan peradilan khusus, kemudian menegaskan bahwa penyelesaian perselisihan hasil pilkada itu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Fadhil dalam diskusi daring, Ahad (29/8). 

Baca Juga

Jika tidak direvisi, pilkada serentak secara nasional di tahun 2024 berpotensi terjadi kebuntuan hukum. Sebab pasal 157 menghendaki adanya pembentukan badan peradilan khusus sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional. Sementara pembahasan terkait pembentukan badan peradilan khusus belum dilakukan sampai saat ini.

"Kalau kemudian pengaturan di dalam UU pilkada hari ini tidak diubah, terutama berkaitan dengan jadwal penyelenggara pilkada serentak secara nasional, artinya kewenangan penyelesaian hasil pilkada tahun 2024 itu sudah menjadi kewenangan badan peradilan khusus," ujarnya.

Fadhil menjelaskan, sementara kondisi yang terjadi hari ini para pembentuk undang-undang sama sekali tidak ada langkah untuk merevisi Undang-Undang Pilkada, maupun revisi uu pemilu. Itu artinya pembahasan berkaitan dengan kewenangan lembaga mana yang akan menyelesaikan perselisihan hasil pilkada serentak secara nasional itu belum ada. 

"Artinya ada kebuntuan hukum jika situasi hari ini dibiarkan karena di tahun 2024 kalau sudah pilkada serentak secara nasional dilaksanakan MK sebetulnya sudah nggak punya kewenangan lagi untuk menyelesaikan perselisihan hasil, karena merujuk pada ketentuan pasal 157 itu kewenangan MK hanya di masa antara sampai pilkada serentak nasioal dilaksanakan," jelasnya. 

Karena itu, menurutnya, pihak yang paling bertanggung jawab untuk menuntaskan soal desain badan peradilan khusus tersebut adalah para pembentuk undang-undang. Hal itu karena para pembentuk undang-undang yang  mengatur adanya badan peradilan khusus di dalam uu pilkada. Selain itu mereka pula yang mengatur soal limitasi waktu pembentukan badan peradilan khusus tersebut 

"Ini situasi yang harus segera diselesaikan oleh pembentuk undang-undang agar tidak menimbulkan persoalan ketika nanti tahapan pilkada maupun tahapan pemilunya berjalan," ucapnya. 

Fadhil juga menyebut jalan keluar lain untuk menyelesaikan persoalan tersebut yaitu lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang telah menghentikan pembedaan rezim pemilu dan pilkada. Artinya secara tidak langsung MK telah menggeser pendiriannya berkaitan dengan rezimisasi penyelenggaraan pilkada dengan pemilu.

"Ketika perbedaan antara pemilu dan pilkada sudah dikesampingkan oleh MK, semestinya pasal 157 yang notabene itu adalah upaya atau tindakan untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi untuk membentuk badan peradilan khusus itu sudah tidak relevan lagi," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement