REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG --- Tokoh agama Kristen di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Pendeta Emi Sahertian, menyoroti kerumunan warga dalam acara pertemuan gubernur NTT bersama para kepala daerah se-NTT di Pulau Semau, Kabupaten Kupang. Gubernur NTT, Victor Laiskodat, merupakan putra daerah asal Pulau Semau, yang berada di Teluk Kupang.
"Bagi saya kerumunan ini contoh tidak baik bagi masyarakat terutama ketika penerapan PPKM tingkat IV sedang berlangsung dan penularan Covid-19 mulai melandai," katanya, kepada Antara, di Kupang, Sabtu.
Gubenur Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi, bersama para kepala daerah atau perwakilan se-NTT di Pulau Semau, Jumat (27/8). Kerumunan masa pada masa penyebaran Covid-19 yang mematikan ini terdokumentasi dalam bentuk foto dan video yang beredar luas di masyarakat melalui jejaring media sosial.
Aktivitas politik berupa pengumpulan massa dan karitatif lain di berbagai tingkatan sangat berpotensi menyebarkan penyakit menular mematikan Covid-19. Hal ini berlawanan dengan program negara dan bangsa ini dalam memberantas Covid-19 dari Tanah Air.
NTT juga masih menyandang status PPKM tingkat IV, tingkat paling tinggi derajad bahayanya. Sahertian mengatakan, kalangan gereja telah mencoba menerapkan berbagai aturan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan Covid-19 bahkan menutup kebaktian pada Minggu.
"Namun pada sisi lain aktor-aktor pemerintahan menabrak peraturan itu dengan menggelar kegiatan yang menimbulkan kerumunan," katanya.
Menurut dia,kegiatan ini sudah masuk dalam klasifikasi perbuatan kriminal karena kerumunan ini bisa mengancam nyawaorang lain bila ada orang dengan kondisi orang tanpa gejala Covid-19 di tempat kegiatan.
"Aturan kedaruratan untuk mencegah penularan dan menyelamatkan banyak nyawamasyarakat, bila dilanggar ini sekelas dengan tindakan kriminal," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, sebagai imam agama yang selalu bersama masyarakat, ia meminta penjelasan dari Pemerintah Provinsi NTT atas kerumunan dan pesta di Pulau Semau dalam masa penerapan PPKMtingkat IV di NTT."Kegiatan berisiko ini akan bisa ditiru masyarakat, bahkan bisa mengancam jiwa sesama karena rentan penularan Covid-19 yang mulai melandai di NTT," katanya.