REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa mengkritisi, Partai Amanat Nasional (PAN) yang akhirnya menyatakan gabung kedalam partai koalisi Pemerintah. Dia menganggap, berkurangnya oposisi akan mengurangi pengawasan terhadap pemerintah.
Herry menyampaikan, keberadaan PAN dalam Koalisi Jokowi akan lebih mengurangi penerapan sistem check and balance. Sebab, oposisi saat ini menyisakan partai Demokrat dan PKS.
"Padahal check and balance itu sangat dibutuhkan dalam praktik demokrasi. Gabungnya PAN secara tidak langsung akan berpotensi mereduksi prinsip tersebut," kata Herry dalam keterangan pers, Jumat (27/8).
Herry menyinggung, saat ini, mencuat wacana akan dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945. Menurutnya, korelasi adanya PAN dalam koalisi bisa saja meneguhkan persepsi tendesius dari publik terhadap amandemen UUD 1945 terkait penambahan atau perpanjangan masa jabatan presiden.
Oleh karena itu, Herry menyarankan, agar seluruh Partai Politik baik di pemerintah dan di luar pemerintah tetap memberikan pembelajaran politik yang beradab bagi publik.
"Parpol harus menjadi entitas penting dalam konteks praktek politik yang beradab. Perlu kekritisan yang konstruktif. Jangan sampai parpol di parlemen hanya bertugas sebagai stempelnya pemerintah," ucap Herry.
Di sisi lain, Herry menilai, pilihan PAN menjadi bagian dari koalisi Jokowi merupakan hal yang lazim dalam konstelasi politik. Herry menganggap PAN sama halnya dengan Partai Golkar memiliki tradisi kuat menjadi partai pendukung Pemerintah.
"PAN ini mirip Golkar. Tradisinya lebih eksis sebagai partai pendukung pemerintah. Artinya hal ini bukan sebuah anomali," tutur Herry.