Rabu 25 Aug 2021 21:49 WIB

Perubahan Geopolitik dan Pentingnya Penguatan Kebangsaan

Penguatan nilai kebangsaan benteng hadapi ideologi transnasional

Penguatan nilai kebangsaan benteng hadapi ideologi transnasional. Wawasan kebangsaan
Foto:

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial, CSIS, Arya Fernandez berpendapat pandemi Covid-19 mempengaruhi sejumlah bidang yang menyebabkan banyak hal berubah dan harus dijawab dengan sejumlah kebijakan yang tepat dan terukur.

Dalam upaya mengatasi pendemi Covid-19, menurut Arya, banyak kebijakan yang dihasilkan dari kolaborasi yang baik antara pemerintah  dan partisipasi publik. 

Karena itu, ujar Arya, pola-pola kepemimpinan nasional di masa datang harus bersifat terbuka terhadap partisipasi publik, transparan dan berdasarkan data yang valid dalam setiap kebijakan yang dibuat. 

Anggota Komisi 1 DPR RI, Muhammad Farhan, mengungkapkan  prioritas politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pada 2019-2024 antara lain adalah penguatan diplomasi ekonomi, perlindungan yang lebih baik terhadap WNI di luar negeri, menjaga kedaulatan dan integritas negara- bangsa, meningkatkan kontribusi kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia, serta mewujudkan reformasi birokrasi sebagai penguatan infrastruktur diplomasi. 

Saat ini, menurut Farhan, dari sisi politik isu-isu aktual yang harus dihadapi Indonesia adalah diplomasi bidang kesehatan, perlindungan WNI di luar negeri, konflik Laut Cina Selatan, pergantian pemerintahan di Afganistan serta kebijakan politik luar negeri Indonesia pasca-Covid-19. 

Analis Konflik dan Keamanan, Alto Labetubun berpendapat pola-pola masuknya paham radikalisme ke satu negara tidak melulu diawali dengan tindakan-tindakan kekerasan. 

Masuk ke satu wilayah tanpa aksi teror, ujar Alto, bukan berarti kelompok-kelompok radikal itu diam. Biasanya, tegas Alto, kelompok tersebut sedang mempelajari situasi yang tepat untuk masuk lebih dalam dan menguasai wilayah tersebut. 

"Kondisi saat ini justru harus diwaspadai dengan berbagai upaya pencegahan agar paham-paham radikal itu tidak masuk lebih dalam," ujarnya. 

Co founder The Centre for Indonesian Crisis Stategic Resolution/CICSR, Makmun Rosyid, mengungkapkan hoaks yang bertebaran di media sosial itu diproduksi oleh orang-orang yang pintar. 

Di saat isu Afganistan dan Taliban masih mendominasi pemberitaan, ujar Makmun, kata-kata teroris menjadi viral di media sosial.  

Di sisi lain, tegas dia, kontra narasi terhadap isu terorisme dan radikalisme di media sosial saat ini terbilang minim. 

 

Karena itu, Makmun berpendapat, kerja-kerja kontra narasi terhadap radikalisme dan terorisme harus ditingkatkan. "Kelompok mana pun yang menentang konsensus kebangsaan harus segera ditindak," tegasnya.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement