Kamis 26 Aug 2021 00:31 WIB

Kasasi Ditolak, Benny dan Heru Tetap Dipenjara Seumur Hidup

Perlawanan hukum setelah kasasi, hanya memungkinkan lewat Peninjauan Kembali (PK). 

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) pada PT Asuransi Jiwasraya dinyatakan inkrah. Itu setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan kasasi ajuan enam terdakwa. 

Dalam putusan final, MA, menguatkan putusan dua majelis hakim sebelumnya, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Kedua lembaga itu memvonis Benny Tjokrosaputro, juga Heru Hidayat bersalah merugikan keuangan negara setotal Rp 16,8 triliun. 

Bos PT Hanson Internasional, dan PT Trada Alam Minera (TRAM) tersebut, pun tetap dihukum penjara selama seumur hidup. Putusan kasasi tersebut, dipublikasikan dalam laman resmi Kepaniteraan MA, yang menyebutkan upaya hukum biasa dari Benny, maupun Heru, dinyatakan ditolak oleh hakim agung. “Nomor perkara 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt-Pst atas termohon/terdakwa Heru Hidayat: Tolak. Nomor perkara 29/Pid-Sus-Tpk/PN.Jkt-Pst atas termohon/terdakwa Benny Tjokrosaputro: Tolak,” begitu lansiran putusan MA, yang disalin, Rabu (25/8).

Putusan kasasi tersebut, otomatis menguatkan pidana pengganti bagi keduanya untuk membayar denda senilai kerugian negara Rp 16,8 triliun. Benny, diwajibkan membayar denda senilai Rp 6,5 triliun. Sedangkan Heru, Rp 10,7 triliun. 

Menurut laman resmi MA, putusan kasasi dibacakan pada Selasa (24/8). Tiga pengadil agung yang memutuskan, yakni hakim Eddy Army, hakim Ansori, dan hakim Suhadi. Dengan putusan kasasi tersebut, kasus korupsi, dan TPPU tersebut dinyatakan inkrah, atau berkekuatan hukum tetap. 

Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro menerangkan, selain Benny, dan Heru, MA dalam kasasinya juga memutuskan nasib hukum empat terdakwa lain dalam kasus yang sama. MA juga menolak kasasi yang diajukan terdakwa Joko Hartono Tirto dengan perbaikan putusan penggenapan hukuman menjadi 20 tahun penjara. 

Semula, di PN Tipikor, direktur PT Maxima Integra tersebut, divonis penjara seumur hidup. Namun di tingkat banding, PT DKI Jakarta mengurangi hukuman menjadi 18 tahun penjara.

Para terdakwa dari jajaran direksi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, MA menolak kasasinya, dengan menguatkan putusan PT DKI Jakarta. Mantan direktur utama Jiwasraya itu, tetap dihukum 20 tahun penjara oleh MA. Padahal di PN Tipikor, dia dihukum penjara seumur hidup. Begitu juga terdakwa Hary Prasetyo. MA menolak kasasi mantan direktur keuangan Jiwasraya itu, dengan menguatkan putusan PT DKI Jakarta yang menghukumnya 20 tahun penjara. Semula PN Tipikor, juga menghukumnya seumur hidup.

Terakhir terdakwa Syahmirwan yang di PN Tipikor juga mendapatkan vonis hukuman penjara seumur hidup, dan dikurangi menjadi 18 tahun penjara oleh PT DKI Jakarta. 

Namun MA, juga menolak kasasi mantan kepala divisi investasi Jiwasraya itu dengan menguatkan putusan pengadilan tingkat banding. “Nomor putusan PT:5/Pid.sus-TPK/2021/PT.DKI, atas terdakwa Syahmirwan, amar putusannya (kasasi), tolak,” kata Andi kepada Republika, dari Jakarta, Rabu (25/8).

Pengacara Muchtar Arifin, kuasa hukum Benny Tjokro, pun mengaku sudah menerima kabar tentang penolakan kasasi kliennya itu. Tetapi, ia mengaku, kecewa. “Kami menilai, bahwa hakim tidak adil dalam memberikan hukuman (penjara seumur hidup) terhadap klien kami,” ujar dia saat dihubungi, Republika, dari Jakarta, Rabu (25/8). Kata Muchtar putusan hakim dari mulai pengadilan tingkat pertama, sampai ke level MA berdasarkan atas bukti-bukti yang tidak relevan. 

“Hukuman tersebut (penjara seumur hidup), hanya didasarkan pada bukti-bukti yang tidak sah,” kata Muchtar. 

Kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutahuruk juga mengatakan yang sama. Menurut dia, penolakan kasasi terhadap kliennya mengecewakan. Namun, Kresna mengaku secara hukum, putusan MA tersebut harus tetap dihormati. 

“Putusan kasasi tersebut, tentunya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Dan kami sangat tidak sependapat dengan putusan tersebut (penjara seumur hidup),” ujar dia, Rabu (25/8).

Baik Muchtar, maupun Kresna, sama-sama belum menentukan arah hukum selanjutnya dari nasib kliennya masing-masing. Sebab putusan kasasi tersebut, menutup celah untuk kembali dilawan dengan upaya hukum biasa. Perlawanan hukum setelah kasasi, hanya memungkinkan lewat Peninjauan Kembali (PK). 

Namun membutuhkan bukti-bukti baru yang diajukan oleh para terdakwa. “Untuk langkah hukum selanjutnya, tentu kami akan berkordinasi dengan klien kami,” ujar Hutahuruk.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement