Rabu 25 Aug 2021 05:01 WIB

Jim Laurie: Saigon, Kabul, dan Kisah Tentara Hantu

Apa beda dan persamaan antara Tahunya Saigon di 1975 dengan Jatuhnya Kabul di 2021.

Masuknya tank Viet Cong kala memasuki Saigon pada 1975.
Foto:

Tentara Hantu

Penyebab pasti keruntuhan moral pasukan Afghanistan masih menjadi spekulasi. Bagaimana mungkin pasukan terlatih menolak bertempur dan menyerahkan senjata kepada lawan.

Laurie percaya pasukan Afghanistan terjangkit penyakit sama seperti semua pasukan yang didukung AS, yaitu pada struktur komando. Tidak ada yang salah dengan prajurit, yang keliru adalah Afghanistan tidak memiliki figur komandan yang baik, kuat, dan berdedikasi tinggi.

"Tidak ada komandan yang memiliki pengikut setia di Afghanistan," kata Laurie. "Lainnya, mungkin ini yang terpenting, adalah korupsi di semua lapis birokrasi militer."

Laurie juga menyebut adanya laporan tentang tentara hantu, atau sekelompok orang bersenjata yang hanya ada di atas kertas. Tentara hantu terdapat di Kamboja dan kini di Afghanistan.

"Saya membaca tentang tentara hantu di Afghanistan. Ada sejumlah nama tentara Afghanistan yang sebenarnya tidak pernah ada," kata Laurie.

Di Kamboja, kata Laurie, ada daftar ribuan personel tentara. Padahal, nama-nama itu tidak pernah ada. Nama-nama itu mendapat gaji, tapi kepada siapa pemerintah Kamboja membayarnya tidak ada yang tahu.

photo
Keterangan foto: Pasukan Taliban memakai peralatan perang pasukan AS. - (Instagram)

Tentara Hantu di Kamboja muncul saat negeri itu diperintah Lon Nol, jenderal pro-AS yang berkuasa antara 1975-1979. Lon Nol terguling dan lari ke Hawaii setelah Khmer Merah memasuki Phnom Penh.

Analisis post factum tentang kegagalan AS di Afghanistan adalah Washington memulai pembangunan bangsa di negara yang dilanda perang dengan polanya sendiri. "Itu pekerjaan yang hampir mustahil," kata Laurie.

Misi di Afghanistan, menurut Laurie, seharusnya berakhir setelah Osama bin Laden terbunuh. Bukankah kehadiran AS di negara itu hanya untuk mencari Bin Laden.

Sayangnya, setiap kali AS terlibat dalam perang di negara asing, Washington cenderung ingin membangun kembali sebuah bangsa seperti model ideal AS.

"Inilah yang membuat AS harus mengeluarkan banyak uang, dan akhirnya kalah," Laurie mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement